TEMPO.CO, Jakarta - Hingar-bingar yang melanda Partai Keadilan Sejahtera (PKS) hampir selalu disertai pertarungan dua kubu di dalam tubuh partai. Burhanuddin Muhtadi menyebut kubu ideologis dan pragmatis.
Kubu ideologis, menurut Burhanuddin, beranggapan partai tak perlu besar-besar, cukup lolos electoral threshold, tapi tetap istiqomah.
Sedangkan kubu pragmatis berkeinginan partai terus membesar dengan tujuan menegakkan syariah. ”Kubu ini lebih permisif, termasuk dalam penggalangan dana,” ujar Burhanuddin. Berikut gambaran beberapa konflik dalam tubuh PKS
1. Pencalonan Wiranto Sebagai Capres (2004)
Sehari setelah Wiranto memenangi Konvensi Partai Golkar pada 21 April 2004, Murakib Aam PKS Hilmy Aminuddin, Sekjen PKS M. Anis Matta, dan petinggi lainnya menemui Wiranto guna menjajaki calon presiden.
Sementara Presiden PKS Hidayat Nur Wahid, di kubu yang lain didekati Amien Rais. Akhirnya pada Majelis Syura sebanyak 70 persen mendukung Amien Rais, 20 persen memilih Wiranto. Sisanya abstain dan memilih Hamzah Haz.
Bahkan pada sidang Majelis Syura April 2004, nama Hidayat Nur Wahid dipilih 197 daerah. Sedangkan Wiranto hanya didukung 37 daerah. Bagaimanapun hasil sidang Syura pada Juni 2004 itu menguatkan kubu Hidayat Nur Wahid. "Bukan kader PKS namanya kalau enggak patuh," kata Hidayat ketika itu.
Selanjutnya: Pencalonan Adang Darajatun