TEMPO.CO, Yogyakarta- Pasca-temuan tim investigasi TNI Angkatan Darat yang menyebut pelaku penyerangan dan pembunuhan empat tahanan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Cebongan, Sleman, adalah anggota Kopassus, Kota Yogyakarta langsung dipenuhi spanduk berisi penolakan terhadap premanisme.
General Manajer Hugo's Cafe, Jovan Wijaya menyesalkan pemasangan spanduk anti-premanisme yang merebak di Yogyakarta itu karena memperburuk citra kota pariwisata ini.
Jovan mengatakan pemasangan spanduk menandakan Yogyakarta tidak aman untuk dikunjungi. Spanduk menjadi ajang pertarungan bagi Kopassus dan preman. "Mestinya kasus ini diselesaikan secara hukum. Tidak perlu memakai spanduk. Semua pihak bisa berbicara dengan gubernur," katanya.
Perkelahian di Hugo's Cafe diduga menjadi pemicu aksi balas dendam gerombolan anggota Kopassus yang menembak mati empat tahanan Lembaga Pemasyarakatan Cebongan, Sleman. Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta menghentikan penyidikan kasus penusukan anggota Kopassus, Kandang Menjangan, Sersan Kepala Santoso karena keempat tersangka pelaku telah meninggal dunia di Hugo's Cafe.
Penghuni asrama NTT di Tegalpanggung, yogyakarta, Roy Gasperz mengatakan spanduk itu menghakimi masyarakat NTT sebagai preman. "Warga NTT dan Yogyakarta selama ini hidup dalam persentuhan budaya. Kami tidak setuju dicap preman," katanya.
Premanisme di Yogyakarta sebetulnya telah lama ada. Menurut peneliti dari Sumber Daya Regional Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Ulil Amri, namun saat ini premanisme di Yogyakarta tak lagi dikuasai warga lokal. “Premanisme telah muncul dari berbagai etnis yang tinggal di Yogyakarta,” katanya saat dihubungi Tempo, Jumat 19 April 2013.
Ulil mengatakan, premanisme yang ada di Yogyakarta kini sudah mulai kompleks. Dan ideologinya juga sudah berubah. “Kalau dulu pada awal reformasi, preman yang ada di Yogyakarta masih kental nuansa ideologis dengan partai politik tertentu, tapi kini sudah berbasis etnis,” ujarnya.
Namun dia masih melihat adanya relasi antara premanisme dan negara. Ulil menyebutnya ada fase benci tapi rindu antara negara dan preman. “Saat ini mungkin dalam fase bencinya,” kata dia.
SHINTA MAHARANI|JULI HANTORO
Topik Hangat:
Ujian Nasional | Bom Boston | Lion Air Jatuh | Serangan Penjara Sleman | Harta Djoko Susilo
Berita Terpopuler:
Kena Gusur, Warga Waduk Pluit Marah pada Jokowi
Begini Tampang Tersangka Bom Boston sesuai CCTV
Lion Air Jatuh, Boeing Beri Penghargaan Pilot
Jokowi Dilarang 'Nyapres'
Jokowi Tak Suka Ujian Nasional