TEMPO.CO , Yogyakarta - Namanya Agus Joko Lukito. Dia preman asal Kampung Badran, Kecamatan Tegalrejo, Kota Yogyakarta. Pada 1987, Agus direkrut menjadi Komandan Satuan Tugas PPP Wilayah DI Yogyakarta. Menurut Komandan Gerakan Pemuda Ka’bah (GPK) kota Yogyakarta, Rudi Tri Purnama, Agus biasa dipanggil dengan sebutan Gowok.
GPK adalah satu dari tiga organisasi pemuda di bawah partai politik berlambang bintang, Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Sejak direkrut itu, Gowok kemudian mendapat julukan Gun Jack. Nama itu pula yang banyak dikenal di dunia gali-- sebutan preman di Yogyakarta. Sayang, Tempo tak bisa bertatap muka, karena Gun Jack telah meninggal pada 2011 lalu pada usia 49 tahun.
Rudi mengenal Gun Jack saat masih berjualan nasi bungkus di Stasiun Tugu. Dia naik turun dari gerbong kereta satu ke gerbong lain sambil menjajakan nasi bungkus untuk membantu orang tuanya. saat itu, dia masih seusia anak SMP. “Saya tahu dia sejak itu. Dia kadang ke toko saya beli karet gelang, beli kertas bungkus makanan,” kata Rudi, 53 tahun, saat ditemui Tempo di tokonya di kawasan Pasar Kembang, kota Yogyakarta, Selasa 16 April 2013 malam.
“Saya lupa, siapa panggilannya sebelum Gun Jack. Kalau saya memanggilnya Gowok. Hanya orang-orang tertentu yang memanggilnya Gowok,” kata Rudi.
Kenakalan-kenakalannya yang acap disebut laiknya preman mulai terlihat sejak Gun Jack muda. Rudi mencontohkan, Gun Jack menjadi penadah patung-patung curian dari kuburan Cina di daerah tempat tinggalnya. Apalagi Badran kala itu adalah kawasan pekuburan Cina atau dikenal dengan Bong.
Awalnya ada turis asing yang memesan patung-patung dewa Cina. Seperti patung Dewi Kwan Im. “Gun Jack beli dari pencurinya Rp 3 ribu, terus dijual ke bule itu dengan harga tinggi,” kata Rudi sambil tertawa terbahak.
Area pekuburan Cina juga menjadi area perjudian kala itu. Gun Jack menjadi penguasa keamanan yang tentu saja mendapat jatah dari para pemain judi atas tugasnya. Lantaran aktivitasnya saat itu, keluar masuk penjara dalam hitungan bulan menjadi hal biasa baginya. “Lingkungan Badran (saat itu) memang tak jauh dari aktivitas (preman) seperti itu,” kata Rudi.
Meski jadi Gali, Gun jack punya jiwa sosial yang tinggi. Dia juga 'jujugan' atau tempat mengadu saat tetangga atau warga sekitar mengeluh karena tak mampu membayar uang sekolah anak atau tak mampu membayar biaya berobat. Soal ini, Gun Jack jarang lepas tangan. Dia pun sering menggelar pengajian. Bahkan dia membangun masjid yang terdata ada 18 bangunan masjid.
“Tapi bukan menggunakan uangnya sendiri. Gun Jack tinggal mengontak orang-orang pebisnis kaya. Misal kontak si ini (pengusaha di Yogyakarta), minta uang sekian untuk pengajian,” kata Rudi. "Pasti dikasih."
Sosok fisik Gun Jack pun, menurut Rudi, tak kentara menunjukkan dirinya sebagai preman. Postur tubuh tinggi sekitar 175 sentimeter, kulit cokelat. Tidak emosional, "Justru dia itu humoris. Suka gojeg, selengekan (bercanda). Suka bahasa yang dipelesetkan,” kata Rudi.
Dalam bertutur, pria ini menggunakan bahasa krama inggil --bahasa jawa halus-- kepada yang lebih tua. Sementara kepada yang lebih muda, dia juga menunjukkan rasa hormat dan perilaku sopan. Termasuk kepada Hendrik Angel Sahetapy alias Deki, keamanan di Hugos Café yang terlibat pembunuhan anggota Komando Pasukan Khusus Sertu Santoso dan akhirnya tewas di lembaga pemasyarakatan Cebongan, Sleman pada 23 Maret lalu.
Dari obrolan dan kedekatannya, Rudi menarik kesimpulan, bahwa Gun Jack adalah orang yang direkrut Badan Intelijen Negara (BIN) sebagai agennya. "Dia direkrut zaman Muchdi Purwoprandjono. Ini yang banyak orang enggak tahu kan,” kata Rudi.
Lantas, bagaimana preman-preman di Yogyakarta segan padanya? Tak hanya hubungan baik dengan orang-orang berpengaruh yang dibangunnya. Gun Jack juga merangkul orang-orang yang selama ini disisihkan karena latar belakang dunia hitam mereka. Antara lain, narapidana yang usai masa hukumannya, perempuan pekerja seks.
Narapidana yang sudah bebas diberi pekerjaan sebagai tenaga keamanan di suatu tempat. Gun Jack juga mempunyai anak asuh yang terdiri dari anak-anak jalanan yang suka mengamen dan mabuk dengan menghirup lem (ngelem). “Gun Jack menyebutnya dengan istilah kaum marginal,” kata Rudi.
PITO AGUSTIN RUDIANA
Topik Hangat:
Ujian Nasional | Bom Boston | Lion Air Jatuh | Serangan Penjara Sleman | Harta Djoko Susilo
Berita Terpopuler:
Kena Gusur, Warga Waduk Pluit Marah pada Jokowi
Begini Tampang Tersangka Bom Boston sesuai CCTV
Lion Air Jatuh, Boeing Beri Penghargaan Pilot
Jokowi Dilarang 'Nyapres'
Jokowi Tak Suka Ujian Nasional