TEMPO.CO, Lhokseumawe- Komite persiapan Propinsi Aceh Leuser Antara (ALA) bertekat untuk meminta pisah dari propinsi Aceh, Jumat 12 April 2013. Menurut Tagore, salah satu ketua dari komite persiapan propinsi ALA, mengatakan Qanun Wali Nanggroe, yang disahkan DPRA 2 Nopember 2012 Qanun tersebut tidak mengadopsi seluruh aspirasi penduduk yang ada di seluruh wilayah Aceh. "Itu untuk kepentingan mantan kelompok, terutama mantan GAM, ada salah satu pasal yang tidak mengakui suku lain," Katanya, Jumat 12 April 2013.
Dia menambahkan, didalam Qanun tersebut ada salah satu pasal yang menyebutkan seakan tidak ada suku bangsa yang lain di Aceh, dimana disana juga disebutkan bahasa resmi adalah Bahasa Aceh. Gayo adalah suku Bangsa. Dengan isi Qanun seperti itu, itu sama saja dengan memusnahkan/ genocide terhadap suku Gayo, Alas dan Singkil yang juga berada di Aceh. ? Tetapi pemusnahan bukan dengan cara di tembak, tapi dengan cara regulasi/peraturan. "Artinya suku bangsa lain di Aceh ngak diakui," ujarnya.
Selain itu Qanun juga jterjadi benturan yang sangat banyak dengan yang lain, disana ada tersebut bentara (Polisi) artinya Wali Nanggroe juga memiliki struktur polisi tersendiri.
Ada juga isi Qanun yang menyebutkan Wali nanggroe adalah lembaga yang mengukuhkan gubernur secara adat, artinya Wali nanggroe juga dapat mencabut jabatan Gubernur, artinya bukan gubernur saja bisa dicabut jabatannya, tetapi pemerintahan Aceh juga bisa diambil alih.
Tagore juga menambahkan, didalam Qanun tersebut juga wali Nanggroe dapat mengurus persoalan ekonomi industri serta membangun kerja sama dengan internasional. "Ini sudah tumpang tindih dengan fungsi dan tugas gubernur, Qanun Wali Nanggroe juga memecah wilayah Aceh," katanya.
Persoalan yang sama juga terjadi pada Qanun Bendera dan lambang Aceh. Dimana bendera dan lambang itu adalah jelas milik GAM, padahal dalam MoU disebutkan bahwa tidak boleh lagi mengunakan embel-embel GAM.
Dan dalam lambang Singa dan Burak binatang bermuka perempuan tersebut juga tidak menggambarkan kondisi adapt dan istiadat Aceh. Burak yang bergambarkan muka perempuan ini merupakan sebuah pelecehan terhadap islam yang dibuat oleh Zionis terhadap Nabi Muhammad SAW. "Bagaimana ilustrasi kepada kenderaan nabi, dibuat badan binatang bermuka manusia, itu pelecehan terhadap islam," ujar Tagore.
Tagore juga menambahkan, dalam perundingan Helsinki juga suku Gayo, Alas dan Singkil tidak dilibatkan, dengan tiadak adanya pelibatan itu, sama juga dengan MoU tersebut tidak berlaku diwilayah ALA. "Kami jelas menolak Qanun Bendera dan Qanun Wali Nanggroe, Kami berharap pemerintah berpikir bijak untuk menghindari konflik horizontal di Aceh, segera sahkan propinsi ALA," jelasnya.
IMRAN MA