TEMPO.CO, Jakarta - Markas Besar TNI Angkatan Darat membantah sengaja merahasiakan pencopotan Panglima Komando Daerah Militer IV Diponegoro Mayor Jenderal Hardiono Saroso dari media massa. TNI AD beralasan upacara serah terima jabatan untuk perwira tinggi, seperti Pangdam, memang biasa dilakukan tertutup.
"Sudah dua tahun ini kami menyelenggarakan acara sertijab (serah terima jabatan) dilakukan secara internal saja," kata Kepala Dinas Penerangan TNI AD, Brigadir Jenderal Rukman Ahmad, saat ditemui wartawan di kantornya, Jalan Veteran, Jakarta Pusat, Senin, 8 April 2013.
Sejak Mabes TNI AD dipimpin Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Pramono Edhi Wibowo, Rukman melanjutkan, acara serah terima jabatan perwira tinggi dilakukan secara internal. "Tanpa upacara besar dan tak perlu mengundang media. Jadi, cukup disiarkan di website saja," kata Rukman.
Rukman juga membantah jika pergantian Pangdam Diponegoro ini buntut dari peristiwa penyerbuan dan penembakan di Lembaga Pemasyarakatan Cebongan, Sleman, Yogyakarta. Mutasi terhadap Hardiono Saroso memang berdasarkan evaluasi rutin.
Selain memutasi Hardiono, Mabes TNI AD juga memutasi enam perwira tinggi. Termasuk Mayjen Sunindyo yang sebelumnya menjabat Asisten Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) menjadi Pangdam IV Diponegoro, menggantikan Mayjen Hardiono.
Beberapa jam setelah peristiwa berdarah di Cebongan, Hardiono menjamin tidak ada anak buahnya yang terlibat dalam kasus itu. Sementara, Ketua Tim Investigasi TNI AD Brigjen Unggul Yudhoyono, pada Kamis 4 April lalu, mengakui 11 anggota Kopassus Grup 2 Kandang Menjangan, Kartosuro, Sukoharjo, Jawa Tengah terlibat dalam penembakan Lapas Cebongan.
Dari 11 anggota Kopassus, ada dua yang tidak ikut melakukan aksi penyerangan. Keduanya bermaksud mencegah dan menggagalkan aksi sembilan teman mereka. Tim investigasi TNI AD menyebut anggota Kopassus berinisial U sebagai eksekutor yang menembak keempat tahanan titipan Polda Yogyakarta.
INDRA WIJAYA