Survei: Publik Kian Tak Percaya Politikus  

image-gnews
TEMPO/Machfoed Gembong
TEMPO/Machfoed Gembong
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta-Tingkat kepercayaan publik pada politikus ternyata makin menurun. Berdasarkan survei yang dirilis Lembaga survei Indonesia Network Elections Surveys mayoritas publik menilai perilaku para politikus makin jauh dari nilai sosial masyarakat. "Mayoritas responden menilai para politikus berperilaku negatif, jumlahnya mencapai 80,4 persen," kata Direktur Eksekutif INES, Sudrajat Sacawisastra, dalam diskusi di Cava Cafe, Cikini, Ahad, 7 April 2013.

Menurut Sudrajat citra negatif publik terhadap para politikus ini disebabkan karena banyaknya kader partai yang di eksekutif dan legislatif yang terjerat kasus korupsi. Publik menilai perilaku korup ini terjadi di seluruh partai. Partai kecil yang berada di luar pemerintahan seperti Gerindra dan Hanura pun bahkan tak luput dari perilaku korup ini. Publik percaya, sekitar 4,8 persen politikus Gerindra dan 5,9 persen politikus Hanura terlibat korupsi.

Perilaku korupsi menurut responden lebih besar terjadi di tiga partai yaitu berturut-turut, Golkar, Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera dengan persentase 97,3 persen, 96,4 persen dan 82,3 persen. Di urutan keempat, Partai Kebangkitan Bangsa dengan 67,3 persen, disusul Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, 60,6 persen dan Partai Persatuan Pembangunan, 39,6 persen.

Rendahnya kepercayaan publik pada politikus ini ternyata menyumbang rendahnya minat publik pada partai. Survei justru menyebutkan publik tak tertarik lagi ppada program dan visi partai. "Sebanyak 74,1 persen responden menyatakan hanya tertarik uang dari partai." Sedang iklan program partai hanya diminati 10,4 persen responden, dan visinya hanya diminati oleh 5,8 persen.

Iklan
image-banner
Scroll Untuk Melanjutkan

Survei dilakukan INES pada 18 sampai 30 Maret 2013 dengan responden sebanyak 5.989 orang. Survei dilakukan di 33 provinsi dengan metode acak bertingkat. Tingkat kesalahan diperkirakan sekitar 2,5 persen pada tingkat kepercayaan 98 persen.

IRA GUSLINA SUFA


Topik Terhangat Tempo:

Penguasa Demokrat
|| Agus Martowardojo || Serangan Penjara Sleman || Harta Djoko Susilo || Nasib Anas



Baca juga:

Beredar, Pesan Berantai Dukungan untuk Kopassus

Ini Kejanggalan Kasus Cebongan Versi Komnas HAM

Profil Grup 2 Kopassus, Penyerang LP Cebongan

Iklan


Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Pengamat: Tanpa Karakter, Generasi Milenial Jadi Politikus Busuk

27 Februari 2018

Pengamat Politik LIPI, Siti Zuhro. TEMPO/Imam Sukamto
Pengamat: Tanpa Karakter, Generasi Milenial Jadi Politikus Busuk

Agar tidak menjadi politikus busuk, Siti Zuhro menyarankan kepada generasi milenial untuk memiliki bekal pengetahuan cukup.


Ah, Rupanya Setya Novanto Pernah Digelari Pria Paling Tampan  

14 Desember 2015

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Setya Novanto berjalan keluar ruangan seusai menjalani sidang etik Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, 7 Desember 2015. Sidang yang berlangsung tertutup tersebut berlangsung selama kurang lebih lima jam. TEMPO/Dhemas Reviyanto
Ah, Rupanya Setya Novanto Pernah Digelari Pria Paling Tampan  

Perjuangan hidup Setya Novanto yang berliku dibenarkan Olis Datau, teman dekatnya di Surabaya.


Istana Setya Novanto, Tak Cuma Memandang Hujan dari Luar  

14 Desember 2015

Kediaman Setya Novanto di Kupang, Nusa Tenggara Timur. tabloidbintang.com
Istana Setya Novanto, Tak Cuma Memandang Hujan dari Luar  

Rumah itu dibangun sesuai dengan karakter Setya dan istri keduanya, Deisti Astriani Tagor.


Setya Novanto dan Istananya yang Megah di Kupang

14 Desember 2015

Kediaman Setya Novanto di Kupang, Nusa Tenggara Timur. tabloidbintang.com
Setya Novanto dan Istananya yang Megah di Kupang

Bangunan ini didirikan Setya Novanto untuk memenuhi beberapa fungsi sekaligus.


Kisah Setya Novanto Hobi Diskusi Bareng Istri di Kamar Mandi

14 Desember 2015

Salah satu kamar mandi di rumah mewah milik Setya Novanto. Yudi Dwi Hertanto/HOME Living
Kisah Setya Novanto Hobi Diskusi Bareng Istri di Kamar Mandi

Setya Novanto dan Luciana Lily Herliyanti sepakat membangun rumah dan mendesainnya bak hotel, bahkan istana.


Politikus Rangkap Jabatan

5 April 2015

Politikus Rangkap Jabatan

Menurut Puan, posisinya di partai selama ini nonaktif dan ia selalu berfokus pada pekerjaan dan tanggung jawab di eksekutif sebagai menteri (Tempo.co, 1 April).


Korupsi dan Politik

14 November 2014

Korupsi dan Politik

Seorang anggota DPR dari sebuah partai besar memiliki sebidang tanah yang luas di sebuah tempat di Jawa Timur. Dia memang dikenal sebagai seorang pengusaha real estate. Di tengah tanahnya ada sebuah jalan kampung kecil. Sebagai seorang anggota DPR, dia mengusulkan anggaran pembangunan infrastruktur jalan itu atas nama kepentingan publik. Kemudian, anggaran sebesar Rp 120 miliar disetujui panitia anggaran DPR.


Artidjo: Semua Koruptor Dicabut Hak Politiknya  

19 September 2014

Hakim Agung Artidjo Alkostar. TEMPO/Seto Wardhana
Artidjo: Semua Koruptor Dicabut Hak Politiknya  

"Tapi, kalau jabatan hanya untuk korupsi biasa dan bukan jabatan poltik, tidak tepat dicabut hak politik."


Fahri Hamzah dan Kontroversinya  

19 Agustus 2014

Fahri Hamzah. TEMPO/Imam Sukamto
Fahri Hamzah dan Kontroversinya  

Setidaknya ada lima persoalan yang membuat nama politikus PKS itu menjadi kontroversi.


Puisi dalam Politik Kita

2 Mei 2014

Puisi dalam Politik Kita

Sebenarnya, sejarah puisi adalah sejarah yang luhur. Ketika teologi, filsafat, sains, atau bahkan agama mengalami kejenuhan dalam menjawab teka-teki dan memberi akan keber-Ada-an manusia, maka peradaban berpaling ke puisi. Puisi menjadi semacam Sang Mesias. Menurut penyair metafisik Inggris, John Keats, puisi adalah satu-satunya yang mampu merangkul manusia dalam keterasingannya. Jadi, tak mengherankan jika mistisisme atau sufisme dalam Islam pada akhirnya berpaling ke puisi. Sebab, hanya melalui puisi, pengalaman transenden (ektase) seorang sufi dapat dibahasakan. Keluhuran puisi pula yang membawa Aristoteles justru menilai bahwa puisi harus berperan menciptakan efek katarsis guna menekan nasfu-nafsu rendah.