TEMPO.CO, Bojonegoro - Pengadilan Negeri Bojonegoro, Jawa Timur, hanya memiliki lima orang hakim saja. Padahal pengadilan Kelas I-B atau kategori menengah itu saat ini harus menangani 47 perkara pidana maupun perdata. ”Seharusnya minimal 10 orang hakim,” kata juru bicara Pengadilan Negeri Bojonegoro I Nyoman Wiguna, kepada Tempo, Jumat, 15 Februari 2013.
Menurut Wiguna, sebelumnya terdapat enam orang hakim. Namun seorang di antaranya, Abdul Hadi Nasution, pindah tugas ke Nangroe Aceh Darussalam. Sebagai penggantinya, yakni hakim dari Pengadilan Negeri Halmahera hingga kini belum tiba. Akibatnya satu majelis hakim harus menangani sembilan perkara, tidak terkecuali Ketua Pengadilan Negeri Bojonegoro, Bonar Harianja. Persidangan pun kerap dilakukan hingga sore hari, melewati jam kerja.
Baca Juga:
Kondisi yang sama juga dialami Kejaksaan Negeri Bojonegoro karena hanya memiliki delapan orang jaksa, termasuk Kepala Kejaksaan, Tugas Utoto. “Dengan jumlah delapan jaksa jelas sangat kurang,” ujar Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Bojonegoro, Nusirwan Sahrul, kepada Tempo, Jumat, 15 Februari 2013.
Akibatnya sejumlah jaksa senior yang memiliki jabatan struktural kerap menjadi jaksa penyidik, bahkan turun ke lapangan mengumpulkan alat bukti.
Tenaga dan waktu para jaksa di Bojonegoro juga terkuras oleh penanganan kasus korupsi. Terutama saat menghadapi sidang yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Surabaya. Apalagi jarak antara Surabaya-Bojonegoro sekitar 120 kilometer. “Kami sudah menyampaikan masalah kekurangan tenaga jaksa kepada atasan kami di Jawa Timur maupun Jakarta,” ucap Nusirwan.
Berdasarkan data Tempo, Kejaksaan Negeri Bojonegoro menangani sejumlah kasus korupsi dengan nilai yang cukup besar. Di antara korupsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2007 senilai Rp 6,7 miliar. Kasus tersebut melibatkan mantan Bupati Bojonegoro, Mohamad Santoso dan mantan Kepala Bagian Keuangan, Zainuri. Keduanya sudah menjadi terpidana.
Kasus yang juga menyeret Mohamad Santoso adalah penyalahgunaan dana sosialisasi pembebasan lahan untuk pertambangan minyak dan gas Blok Cepu senilai Rp 3,8 miliar. Kasus tersebut juga melibatkan mantan Sekretaris Kabupaten Bojonegoro, Bambang Santoso.
Kasus korupsi lainnya adalah penyelewengan dana perjalanan dinas DPRD Bojonegoro tahun 2006-2007 senilai Rp 13,2 miliar. Di antaranya melibatkan mantan Ketua DPRD Bojonegoro periode 2004-2009, Tamam Syaifuddin.
SUJATMIKO
Berita Terpopuler Lainnya:
Dilamar Gerindra, Jokowi Ingin Urus Jakarta Dulu
Siapa Sosok Ridwan, Anak Ustad Hilmi yang Dicegah KPK
Begini Jejak Anak Bos PKS di Kasus Daging Impor
Beda Perlakuan Rasyid dan Jamal, Ini Kata Kapolda
Vatikan Benarkan Kepala Paus Berdarah di Meksiko