TEMPO.CO, Semarang - Pasar Imlek Semawis yang digelar di kawasan Pecinan Semarang dinilai merugikan aktifitas perekonomian di kawasan yang juga menjadi pusat bisnis itu. Pelaksanaan Pasar Imlek pada 6-8 Fabruari 2013 dilakukan dengan menutup sejumlah ruas jalan utama selama empat hari mulai dari Jalan Gang Besen, Jalan Gang Tengah, Jalan Gambiran, Jalan Gang Belakang sampai Jalan Gang Baru.
Heru Fenas, pemilik toko kertas di Jalan Besen mengatakan, penutupan jalan menyebabkan transaksi perdagangan menurun antara 40-50 persen. “Banyak pembeli yang membatalkan transaksi karena jalan ditutup dan macet,” ujarnya Kamis 7 Februari 2013. “Sebetulnya banyak warga Pecinan yang keberatan, tapi tak semuanya berani bicara”.
Dia mengaku tak keberatan dengan kegiatan dengan dalih revitalisasi Pecinan itu. Tapi dia berharap pelaksana dan pemerintah Kota Semarang juga memperhatikan aspirasi masyarakat Pecinan, terutama yang tinggal dan berjualan di sepanjang jalan yang ditutup.
Heru pernah menawar agar pelaksanaan Pasar Imlek hanya dua hari saja. Namun panitia pelaksana dari Komunitas Pecinan Semarang untuk Pariwisata (Kopi Semawis) menolak dengan alasan rugi jika hanya dua hari. “Penggerak Kopi Semawis sebagian besar tidak tinggal di Pecinan, sehingga tak merasakan dampak kergian,” katanya.
Menurut Heru, kalau kegiatan ini sebagai nguri-uri tradisi Pecinan Semarang jelang Imlek, maka pelaksanaannya di Jalan Gang Baru. Alasannya, pasar malam Imlek berakar dari tradisi Ji Kao Meh, yakni tradisi belanja di Pasar Gang Baru pada malam hari sebagai persiapan perayaan Imlek keesokan harinya. Sekarang, pelaksanaannya tidak di Pasar Gang Baru, juga tidak saat malam jelang Imlek. “Saya melihat, Pasar Imlek saat ini lebih bermotif komersil disbanding budaya,” ujar Heru.
Motif komersil ditunjukkan pada pelaksanaan Pasar Imlek dua tahun lalu di Jalan Gang Lombok dengan alasan agar tidak mengganggu aktifitas bisnis di Pecinan. Tapi karena sepi, acara kembali digelar di jalan-jalan protokol Pecinan.
Tuduhan Heru dibenarnkan pengamat Pecinan Semarang, Tubagus P. Svarajati. Menurut dia, alasan revitalisasi dan pembauran tidak relevan. Selama ini pembauran warga Pecinan dengan etnis lain berjalan secara alami. “Saya melihat Pasar Imlek sudah melenceng dari akar kultural, serta berorientasi komersil,” ujar Tubagus. Akan lebih baik jika Pasar Malam Imlek digelar di Jalan Gang Baru, sesuai dengan akar tradisinya.
Ketua Kopi Semawis, Harjanto Halim mengaku telah mengajak diskusi warga Pecinan tiap menjelang Pasar Imlek Semawis. “Ada yang tidak setuju, itu wajar. Ini dinamika,” ujarnya. Dia minta kerelaan warga jika ada yang dirugikan dalam pelaksanaan Pasar Imlek. “Dulu Imlek dilarang. Kini setelah Imlek dibebaskan, masak orang Tionghoa nggak mau berkorban untuk perayaan Imlek,” katanya.
SOHIRIN