TEMPO.CO, Yogyakarta - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta segera melakukan mediasi untuk mempertemukan para penghuni tanah magersari yang tergusur dari kawasan Suryowijayan dengan Panitikismo atau Lembaga Pertanahan Keraton Yogyakarta.
“Kamis (besok) kami akan mediasi,” kata Ketua Komisi A DPRD DIY Ahmad Subangi kepada Tempo setelah menemui para warga yang masih menginap di selasar lobi DPRD DIY, Selasa, 29 Januari 2013.
Sebanyak lima kepala keluarga sejak Minggu malam lalu menginap di lobi DPRD DIY. Bangunan yang mereka huni di tanah magersari seluas 124 meter persegi telah rata dengan tanah dieksekusi Pengadilan Negeri Yogyakarta pada Senin lalu. Ahmad menyatakan DPRD DIY akan meminta klarifikasi Panitikismo, yang selama ini dinilai sangat sulit ditemui warga. Padahal, warga hanya ingin menanyakan langsung dasar penyerahan lahan magersari itu kepada penyewa yang baru, Cahyo Antono.
Setelah tiga hari menginap di lobi dewan, seorang warga paling tua, yakni Martodiharjo, 85 tahun, tumbang akibat sakit dan akhirnya dilarikan ke rumah sakit. “Kena kencing batu,” kata seorang warga, Edy Soekarno. Ia menyatakan, selama menginap di lobi dewan, nasib warga penghuni tanah magersari belum jelas. “Tuntutan kami masih sama, keraton mencabut surat magersari untuk Cahyo Antono,” kata dia.
Ia juga mendesak keraton membersihkan Panitikismo dari orang yang memainkan peran sebagai makelar tanah. Warga juga menyoroti keganjilan surat kekancingan yang dikeluarkan Panitikismo.
Surat permohonan hak ngindung atau magersari itu diajukan Cahyo Antono ke Kelurahan Gedong Kiwo dan Kecamatan Mantrijeron pada 17 November 2003. Lalu, disetujui dan ditandatangani lurah dan camat pada 20 November 2003. “Anehnya, pada hari pertama pengajuan, 17 November 2003, Cahyo Antono langsung dapat surat persetujuan dari Panitikismo,” kata dia.
Penghageng Kawedanan Panitikismo Keraton Yogyakarta, Kanjeng Gusti Pangeran Haryo Hadiwinoto, membantah telah melakukan penipuan dengan surat kekancingan yang dikeluarkan untuk Cahyo Antono. “Itu tidak benar. Penipuan seperti apa?” kata Hadiwinoto saat ditemui Tempo di kantornya.
Dia tak menampik bahwa surat kekancingan atas tanah seluas 124 meter persegi tersebut terbit pada 17 November 2003, ditandatangani Wakil Kepala Panitikismo, R. Suwarno. Surat tersebut ditandatangani oleh Ketua RT 23 dan Ketua RW 007 tanpa dibubuhi tanggal. Kemudian, surat tersebut ditandatangani lurah pada 23 November 2003. Sebelumnya, Panitikismo telah mengeluarkan peta lokasi pada 6 Oktober 2003.
Hadiwinoto juga menyatakan bahwa lahan untuk tempat menyimpan becak, yang diakui sebagai milik Mantodiharjo, Heru Marjono, Parjono, Prayitno, dan Eddy Sukarna sejak 1970, awalnya tidak berstatus magersari. Melainkan sultan ground. “Enggak ada magersari di situ. Mereka tidak pernah mengajukan status magersari. Mana buktinya. Itu bangunan liar,” kata Hadiwinoto.
PRIBADI WICAKSONO | PITO AGUSTIN RUDIANA
Berita Terpopuler Lainnya:
Polisi: Narkoba Raffi Terkait Jaringan Besar
Ini Racikan Narkoba Jenis Baru Raffi Cs
Ada Apa Raffi-Wanda? Ini Kata Yuni Shara
BNN: Tujuh Orang Positif Pakai Narkoba Jenis Baru
Status BBM Wanda Hamidah Sebelum Diciduk BNN
Roy Suryo Geram Ada Kasus Pelecehan Petenis