TEMPO.CO, Yogyakarta - Petugas Pengadilan Negeri (PN) Yogyakarta merobohkan lima kios di atas tanah magersari di Suryowijayan, Kelurahan Gedongkiwo, Kecamatan Mantrijeron, Senin, 28 Januari 2013. Penggusuran dilakukan dengan membongkar seluruh barang di dalam kios. Selain petugas PN, polisi dan perangkat kecamatan juga ada di sana. Lahan itu kini ditutup seng.
Camat Mantrijeron, Ari Sundaryanto, mengatakan, kios yang digusur milik Mantodiharjo, Heru Marjono, Parjono, Prayitno, dan Eddy Sukarna. Kios yang berdiri di atas lahan 124 meter persegi itu selama ini digunakan untuk menjual bensin, bengkel, dan toko kelontong. Kios berdiri di atas tanah magersari milik Keraton Yogyakarta. "Lima warga magersari harus meninggalkan kios karena tidak bisa menunjukkan surat kekancingan yang dikeluarkan Keraton. Mereka harus legowo," kata dia.
Menurut dia, penggusuran lima kios mengacu pada putusan Pengadilan Negeri Yogyakarta tentang pelaksanaan eksekusi perkara. Surat tentang pelaksanaan eksekusi perkara dikeluarkan PN tertanggal 22 Januari 2013. Penggusuran terjadi karena sengketa tanah antara pemohon Cahyo Antono dan lima warga pemilik kios. Kedua pihak merasa berhak memanfaatkan tanah magersari itu. PN Kota Yogyakarta kemudian memenangkan pihak pemohon, Cahyo Antono.
Ia mengatakan, penggusuran lahan sebelumnya direncanakan pada November 2012. Namun, PN menunda karena kuasa hukum lima warga pemilik kios mengajukan penundaan. Jangka waktu penundaan penggusuran selama satu bulan karena kasus ini berhubungan dengan surat kekancingan tanah yang dikeluarkan Keraton.
Ia mengatakan, pihak pemohon atau Cahyo Antono berencana memanfaatkan kios yang digusur untuk pembuatan taman penghijauan. Namun, Ari tidak memerinci taman yang dimaksudkan. Menurut dia, kantor kecamatan hingga saat ini belum menerima surat pengurusan izin tentang pemanfaatan taman penghijauan dari Cahyo Antono. Ia memastikan lahan itu nantinya tidak diperbolehkan untuk mendirikan bangunan.
Korban penggusuran tanah magersari ini telah mendatangi gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta, Ahad malam lalu. Mereka mendatangi gedung Dewan dengan hanya menggelar tikar dan membawa bantal. Mereka kecewa. “Kami akan bermalam hingga ada kebijaksanaan pemerintah,” kata seorang warga magersari, Edy Sukarna.
Anggota DPRD Kota Yogyakarta yang menyambangi korban penggurusan di gedung DPRD DIY, Chang Werdiyanto, menyatakan kecewa dengan putusan pengadilan. “Kuncinya hanya kebijaksanaan panitikismo dan Keraton,” kata dia.
Tempo berusaha menemui Cahyo Antono di rumahnya, Jalan Suryowijayan Nomor 348. Namun, pemilik tidak berada di rumah itu. Tempo juga berusaha mendapatkan pernyataan dari Penghageng Kawedanan Panitikismo Karaton Yogyakarta Kanjeng Gusti Pangeran Haryo Hadiwinoto di kantornya. Tapi dia tidak ada di tempat. Ia juga tak menjawab telepon dan pesan pendek.
SHINTA MAHARANI | PRIBADI WICAKSONO | PITO AGUSTIN RUDIANA