TEMPO.CO, Manado - Keluarga praja Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) yang meninggal dunia, Yonoly Untajana, 22 tahun pada Jumat 25 Januari 2013 lalu, memprotes institut.
Dalam jumpa pers yang digelar di kampus IPDN, di Desa Tampusu Kecamatan Remboken, Kabupaten Minahasa Sulawesi Utara, keluarga Yonoly menyesalkan sikap IPDN yang terkesan terlambat menjelaskan sebab-sebab meninggalnya Yonoly saat pelaksanaan kegiatan Pra Menwa tersebut.
"Kami sangat kecewa dengan pengurus IPDN," kata James Tatunde, paman Yonoly, Sabtu 26 Januari 2013. Menurut dia, setidaknya ada dua hal yang membuat keluarga mencurigai ada sesuatu di balik tewasnya Yonoly.
Pertama, kata James, pihak IPDN terkesan menutupi kejadian kematian Yonoly. "Kami baru diberi tahu satu hari setelah Yonoly meninggal dunia," ujarnya. James melanjutkan, hingga kini belum ada keterangan resmi soal kronologis wafatnya Yonoly dari IPDN.
Kedua, James menambahkan, sebelumnya Yonoly pernah mendapat vonis dokter yang menyatakan tidak bisa lagi melakukan aktivitas berat. Pasalnya, Yonoly pernah dioperasi ketika masih berada di tahun pertama di IPDN.
Baca Juga:
"Jadi ada unsur kelalaian yang sangat kentara dari pihak IPDN. Apalagi beberapa peringatan penting diabaikan IPDN termasuk kondisi kesehatan Yonoly," kata James.
Sementara itu, Direktur IPDN Kampus Sulawesi Utara, Roosje Kalangi, mengatakan tidak ada kekerasan terhadap Yonoly karena ia adalah praja senior di IPDN. "Saya bertanggung jawab bila ada unsur kesengajaan dari pihak IPDN," kata Roosje.
ISA ANSHAR JUSUF