TEMPO.CO, Bandung- Bupati Garut Aceng Fikri mempertimbangkan menggugat Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah ke Mahkamah Konstitusi. Gugatan itu tentang penggunaan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dalam Keputusan DPRD Garut dan Keputusan Mahkamah Agung terkait dengan pelanggaran etika dan pemakzulan Aceng sebagai bupati.
Kuasa hukum Aceng, Ujang Suja'i Toujiri, mengatakan gugatan ke Mahkamah Konstitusi tersebut akan dipastikan setelah pihaknya menerima salinan putusan MA, Senin, 29 Januari 2013. "Nanti kami bisa gugat Undang-Undang Pemerintahan Daerah ke Mahkamah Konstitusi," ujarnya, Kamis, 25 Januari 2013, di Bandung.
Selain menggugat ke MK, tim kuasa juga berniat melakukan advokasi untuk Aceng secara politik di DPRD Garut. "Karena sebenarnya tidak semua anggota setuju pemakzulan Pak Aceng," kata Ujang.
Ujang menjelaskan pertimbangan melawan putusan Mahkamah Agung. Putusan yang membenarkan dan mengabulkan Keputusan DPRD Garut tentang pelanggaran etika dan pemakzukan Bupati Aceng itu, menurut dia, janggal. Saat menikahi dan menceraikan Fanny Octora, kata dia, Aceng bertindak selaku pribadi dengan biaya pribadi.
"Pak Aceng menikah dan menceraikan (Fanny Octora) secara siri menurut syariat Islam," katanya. Syariat Islam, dia menambahkan, sudah memuat etika, termasuk etika pernikahan dan pernikahan siri.
"Kalau MA membenarkan DPRD bahwa Pak Aceng melanggar etika karena menikah menurut syariat Islam berarti MA mengadili syariat Islam," Ujang menjelaskan. Padahal, syariat Islam merupakan hukum tertinggi bagi umat Islam.
"Pelaksanaan syariat Islam dijamin Undang-Undang Dasar 1945 pasal 29. Etika dan syariat Islam tidak boleh diukur oleh norma hukum lain," katanya lagi. Para ulama di Garut, dia mengklaim, membenarkan nikah dan cerai siri Aceng. "Yang bisa menilai Pak Aceng hanya Mahkamah Syariah, kalau ada." Simak selengkapnya kontroversi Bupati Aceng di sini.
ERICK P. HARDI