TEMPO.CO, Jakarta - Belasan spanduk itu berjejer dan berkibaran di depan masjid Islamic Center, Lhokseumawe. Ada yang berbentuk baliho berukuran semeja pingpong dan sejumlah lainnya berukuran biasa yang diikat di tiang listrik atau pohon. Warnanya beraneka ragam dengan logo pemilik spanduk yang juga beraneka rupa.
Yang menyamakan semua spanduk itu hanya satu: isinya. Semua seragam mendukung imbauan larangan perempuan duduk mengangkang bila membonceng sepeda motor. Majalah Tempo edisi Senin, 14 Januari 2013, mengulas soal larangan unik dari Lhokseumawe ini.
Senin pekan lalu, Wali Kota Lhokseumawe Suadi Yahya, Majelis Adat Aceh, beserta Majelis Permusyawaratan Ulama Kota Lhokseumawe menandatangani "Seruan Bersama" yang melarang perempuan duek phang (artinya duduk mengangkang) saat membonceng sepeda motor.
Imbauan itu berlaku kepada semua perempuan, tak peduli siapa yang memboncengkannya, suami atau sesama perempuan. "Kecuali darurat, boleh mengangkang," ucap Suadi kepada Tempo, Jumat pekan lalu.
Pro dan kontra muncul dari larangan duduk mengangkang ini. Bahkan ada yang menyamakan Lhokseumawe dengan Taliban Pakistan. Aturan larangan mengangkang kini memang membuat Kota Lhokseumawe terkenal. Sejumlah media luar negeri memberitakan aturan aneh tapi nyata ini. Bagaimana hikayat unik dan mengangkang di Lhokseumawe ini? Selengkapnya, simak majalah Tempo edisi hari ini, Senin, 14 Januari 2013.
MUSTAFA SILALAHI, IMRAN MA (LHOKSEUMAWE)