TEMPO.CO, Sleman-Sebanyak 656 kepala keluarga di dusun Srunen, Kalitengah Lor dan Kalitengah Kidul Desa Glagaharjo, Kecamatan Cangkringan Sleman yang awalnya menolak relokasi karena berada di kawasan rawan bencana Merapi mulai melunak. Akhirnya mereka mau direlokasi ke tempat aman asalkan pemerintah sudah menyiapkan hunian tetap bagi mereka.
"Warga mau direlokasi asal sudah ada hunian tetap yang disediakan pemerintah," kata Suroto, Kepala Desa Glagaharjo, Ahad 13 Januari 2013.
Baca Juga:
Ia menambahkan, para warga yang menolak direlokasi ke tempat lebih aman itu beralasan daerah mereka memang tidak terlanda bencana erupsi Merapi 2010. Baik awan panas maupun banjir lahar dingin.
Namun, Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian Yogyakarta merekomendasikan dusun-dusun itu berada di kawasan rawan bencana III. Yaitu daerah yang berada sangat dekat dengan kawah gunung Merapi.
Selama dua tahun pasca Erupsi 2010, pemerintah sering merayu mereka untuk mau direlokasi. Namun warga tetap bertahan di dusun mereka. Bahkan sudah membangun rumah dan fasilitas umum serta sekolah.
Selama mereka belum mau direlokasi, pemerintah juga belum bisa tegas untuk merelokasi. Namun warga harus tanda tangan perjanjian mau diungsikan jika ada tanda-tanda Merapi akan erupsi. Penandatanganan surat itu sudah dilakukan medio 2012 yang lalu.
Selain warga di Daerah Istimewa Yogyakarta yang belum mau direlokasi, ada 403 kepala keluarga di Jawa Tengah (Klaten dan Magelang) yang belum mau direlokasi. Padahal mereka juga tinggal di kawasan rwan bencana III.
Pemerintah justru membuat program "living in harmony with disaster risk". Yaitu peningkatan kapasitas masyarakat untuk pengurangan risiko bencana, penempatabn titik kumpul sementara, titik kumpul akhir. Selain itu juga membangun early warning system, jalur evakuasi daan lain-lain.
"Untuk jalur evakuasi belum dibangun, tapi alat peringatan dini sudah dibuat," kata dia.
Pemerintah, baik daerah, propinsi maupun pusat pun juga meyilakan warga untuk tetap bisa tinggal di dusun mereka asal mau mengikuti instruksi jika ada tanda-tanda akan ada erupsi.
"Sebagai jaminan mau dievakuasi, mereka tanda tangan surat perjanjian mau dievakuasi," kata Kepala Badan Penanggulanan Bencana Nasional (BNPB) Syamsul Ma'arif.
Pemerintah memang tidak bisa memaksa warga untuk mau direlokasi. Bagaimanapun mereka adalah warga yang sepatutnya dilindungi. Mereka juga diberi fasilitas terbatas seperti dalam program "living in harmony with disaster risk".
Menurut Deputi Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi BNPB, Bambang Sulistiyanto, masih ada dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional sebesar Rp 60 miliar. Jika dana itu tidak digunakan untuk pembangunan hunian tetap warga yang belum mau direlokasi maka akan digunakan untuk pembangunan sarana umum. Seperti jalan dan fasilitas umum lainnya.
"Sisa dana akan diperuntukkan pembuatan dan perbaikan serta pelebaran jalur evakuasi," kata Bambang.
Hingga akhir 2012 pembangunan hunian tetap bagi warga lereng Merapi sudah selesai sebanyak 2.489 rumah. Yaitu 20.83 rumah hunian tetap di Sleman, 406 rumah di Magelang. Targetnya ada 3.653 rumah hunian tetap yang akan dibangun, 2.739 di Sleman, 749 rumah di Magelang dan 165 rumah di Klaten.
Pembangunan rumah hunian tetap yang masih dalam proses sebanyak 1.179 rumah di Sleman dan 392 rumah di Magelang. Yang sudah selesai 100 persen 904 rumah di Sleman dan 14 rumah di Magelang.
"Yang sudah dihuni baru 727 rumah di Sleman," kata Bambang.
Sebelumnya, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X menyatakan bagi warga yang belum mau direlokasi sebenarnya sudah disediakan lokasi dan pemerintah siap membantu pembangunan rumah Rp 30 juta. Jika ada yang membangun bangunan fasilitas di kawasan rawan bencana III, jika ingin keras, Sultan bisa memenjarakan mereka karena melanggar undang-undang.
"Tetapi ya tidak bisa seperti itu," kata Sultan.
Bahkan, warga yang mau direlokasi juga masih tetap memiliki lahan yang berada di dusun semula. Sebab, lahan pertanian mereka sebagai lahan penghidupan.
MUH SYAIFULLAH