TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pertahanan Dewan Perwakilan Rakyat mendesak Badan Pemeriksa Keuangan mengaudit pengadaan KRI Klewang 625 ihwal dugaan penggelembungan biaya produksi kapal itu. "Kami minta BPK memeriksa jika ada indikasi mark-up," kata Wakil Ketua Komisi Pertahanan Tubagus Hasanudin kepada Tempo, Ahad, 6 Januari 2013.
DPR juga akan menanyakan dugaan mark-up tersebut kepada Kementerian Pertahanan dan TNI Angkatan Laut sebagai pengguna. "Harus kami tanyakan kepada pengguna dan ditindaklanjuti BPK," kata dia. BPK, ujar Hasanudin, akan memeriksa kembali prosedur pengadaan kapal anti-radar tersebut.
Sumber di kalangan anggota Komite Kebijakan Industri Pertahanan menilai harga produksi KRI Klewang terlalu mahal. “Bahkan, produsennya pun tak bisa menjelaskan mengenai spesifikasi anti-radar seperti apa yang digunakan di kapal itu,” kata sumber tersebut.
KRI Klewang didesain sebagai kapal cepat rudal dengan tiga lambung (trimaran). Kapal berbiaya Rp 114 miliar itu menggunakan teknologi mutakhir berbahan komposit karbon. PT Lundin Industry Invest, produsen KRI Klewang, mengklaim teknologi itu yang pertama di Asia. Namun, saat uji coba perdana pada Jumat sore, 28 September 2012, KRI Klewang terbakar.
BPK mengaku belum menerima surat permintaan audit dari DPR. “Hingga kini, surat yang dimaksud belum ada,” kata Kepala Biro Humas dan Luar Negeri BPK Bachtiar Arif. Manajer Keuangan PT Lundin, Hari, enggan mengomentari rencana audit itu. Dia menyerahkan hak untuk menjawab kepada Lizza Lundin, Direktur Utama PT Lundin, yang kini tengah berada di luar negeri.
Adapun TNI AL menyatakan siap diperiksa BPK. Namun, Kepala Dinas Penerangan TNI AL Laksamana Pertama Untung Suropati mengaku belum mendengar permintaan DPR untuk mengaudit pengadaan KRI Klewang. “Pada prinsipnya, jika itu prosedur yang harus dilalui, kami siap diperiksa,” ujarnya.
SUBKHAN JUSUF HAKIM