TEMPO.CO, Jakarta - Kuasa Hukum Asian Agri menuding ketua majelis hakim putusan peninjauan kembali dengan nomor 2239.K/pid.sus/2012, Djoko Sarwoko, menjadikan kasus penggelapan pajak Asian Agri sebagai cara mengharumkan namanya jelang pensiun. Putusan yang diketok pada 18 Desember 2012 atau tiga hari sebelum Djoko pensiun sebagai Hakim Agung ini diproses kurang dari satu bulan.
"Kasasi lain banyak yang belum selesai, kenapa Asian Agri yang baru masuk akhir November 2012 sudah putus? Ini cara Djoko cari muka sebelum pensiun," kata kuasa hukum Asian Agri, Mohamad Assegaf, saat dihubungi, Rabu, 2 Januari 2013.
Lepas dari hasil vonis, menurut Assegaf, putusan tersebut sangat tergesa-gesa dan kurang teliti. Ia menyatakan, perkara penggelapan pajak dengan terdakwa mantan manajer pajak Asian Agri, Suwir Laut alias Lie Che Sui, memakan waktu lebih dari satu tahun pada pengadilan tingkat pertama dan banding.
Majelis hakim yang beranggotakan Sri Muharyuni dan Komariah Emong Sapardjaja ini menjatuhkan vonis pada Suwir selama dua tahun penjara dengan masa percobaan tiga tahun karena terbukti melanggar Pasal 39 ayat 1 Undang-Undang tentang Perpajakan. Majelis juga menjatuhkan vonis pada 14 anak usaha Asian Agri Group untuk membayar dua kali jumlah nilai pajak yang diduga digelapkan, yaitu totalnya Rp 2,5 triliun dalam waktu satu tahun.
Suwir terbukti menggelapkan pajak perusahaannya sebesar Rp 1,25 triliun selama periode 2002-2005. Ia melakukan manipulasi saat mengisi surat pemberitahuan pajak tahunan atas perusahaan yang didirikan konglomerat Sukanto Tanoto tersebut. "Dia menjadikan kasus Asian Agri untuk memberi kesan baik saat pensiun, padahal putusannya amburadul," kata Assegaf.
Ia memaparkan, selain putusan yang terkesan kejar tayang, putusan majelis hakim berbenturan dengan putusan atas kasus yang sama. Delapan anak perusahaan Asian Agri, menurut dia, sudah menerima putusan hukum tetap dari MA mengenai jumlah ganti rugi. Total putusan delapan perusahaan tersebut juga tidak mencapai Rp 2,5 triliun.
Putusan Djoko menunjukan Asian Agri harus menjalani hukuman dua kali. Ia juga menilai kasus pajak seharus mengacu pada prinsip ultimum remidium yang meletakkan proses pidana sebagai pilihan terakhir. Putusan tersebut juga muncul tiba-tiba karena tidak sesuai tuntutan jaksa yang hanya mencantumkan ganti rugi dalam besaran miliar.
Menurut dia, seharusnya kasus pajak ini hanya menghasilkan utang pajak dan tidak sampai penyitaan aset yang lebih besar dari besar pajak yang belum dibayar. "Ada kepentingan tertentu dalam putusan ini," kata Assegaf.
Kasus penggelapan pajak ini pertama kali dibongkar bekas akuntan PT Asian Agri, Vincentius Amin Sutanto. Anak usaha Raja Garuda Mas ini diduga merugikan negara Rp 1,4 triliun. Adapun Vincentius divonis 11 tahun penjara karena dituduh menggelapkan uang perusahaan.
Majelis hakim yang diketuai Djoko memaparkan bahwa mereka tidak hanya melihat kasus tersebut dari kasus administrasi. Kasus pajak ini masuk ke tindak pidana karena menimbulkan kerugian negara akibat besar pajak yang dibayar tidak sesuai dengan kewajiban pajak pada Direktorat Pajak.
FRANSISCO ROSARIANS