TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat, Indra, menilai maraknya pernikahan siri di Indonesia merupakan akibat dari praktik pungutan liar di Kantor Urusan Agama. “Bagi sebagian masyarakat, pungli sangat memberatkan dan banyak yang tidak sanggup membayarnya,” katanya melalui pesan singkat, Sabtu, 29 Desember 2012.
Inspektur Jenderal Kementerian Agam M. Jasin menemukan potensi korupsi dalam penyelenggaraan pernikahan di semua wilayah. Nilai korupsi itu diperkirakan Rp 1,2 triliun setahun. Padahal, biaya administrasi pernikahan sesuai dengan aturan hanya Rp 30 ribu. Namun, penghulu atau pejabat Kantor Urusan Agama memungut biaya pernikahan hingga jutaan rupiah.
Dalam hitungan Inspektorat, sebanyak 2,5 juta hajatan pernikahan terjadi setiap tahun. Jika dipungut biaya rata-rata Rp 500 ribu setiap hajatan, maka total pungutan tersebut sebesar Rp 1,2 triliun. Namun, Inspektorat memperkirakan pungutan biaya pernikahan jauh lebih besar. Sebab, ada penghulu yang memungut biaya nikah hingga mencapai Rp 3 juta.
Indra mengatakan, pungli merupakan persoalan lama yang tidak boleh dianggap sepele. “Saya tidak kaget dengan pungli di KUA yang per tahun mencapai Rp 1,2 triliun,” ucapnya. Menurut dia, pungli dapat dikatakan bentuk pemerasan dan gratifikasi. Sebab, hal ini terjadi mulai dari pengurusan administrasi hingga proses ijab kabul oleh penghulu.
Namun, ia meyakini masih banyak KUA atau penghulu yang bersih. Politikus Partai Keadilan Sejahtera ini mengusulkan agar Kementerian Agama menganggarkan sebagian dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk proses pernikahan. “Penghulu yang melayani pernikahan di luar jam kerja atau harus menempuh jarak yang jauh diberi tunjangan dan dana operasional memadai,” katanya.
Dikatakan oleh Indra, seharusnya orang yang menikah di KUA justru dibiayai oleh pemerintah. “Seperti di beberapa negara, malah diberi uang dengan jumlah yang tidak sedikit,” ujarnya.
SATWIKA MOVEMENTI