TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Denny Indrayana, menyatakan pemberian remisi untuk kasus teroganisasi harus mengacu pada peraturan pemerintah yang baru. Termasuk dalam kategori kejahatan terorganisasi adalah kejahatan narkotik yang melibatkan Schapelle Leigh Corby.
Peraturan baru tersebut, kata dia, adalah Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. "Peraturan ini berlaku sejak 12 November lalu," ujar Denny, Rabu, 26 Desember 2012.
Ia menjelaskan, berdasarkan peraturan itu, remisi kepada narapidana kasus kejahatan terorganisasi, seperti korupsi, terorisme, dan narkotik akan diberikan bila yang bersangkutan bersedia bekerja sama dengan penegak hukum.
Narapidana harus membantu petugas membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya dan telah membayar lunas denda serta uang pengganti sesuai dengan putusan pengadilan.
Kesediaan bekerja sama ini dinyatakan secara tertulis dan ditetapkan oleh instansi penegak hukum.
"Apa yang berkembang selama ini tidak benar. (Remisi Corby) hanya usulan dari bawah dan belum disetujui oleh Pak Menteri. Setahu saya, Corby tidak mendapat remisi karena tidak mau bekerja sama membongkar jaringannya," ujar dia setelah menghadiri diskusi refleksi akhir tahun penegakan hukum dan hak asasi manusia.
Berdasarkan syarat PP Nomor 99 Tahun 2012 itu, telah ada beberapa narapidana yang mendapat remisi. Sayangnya, Denny mengaku tak hafal jumlahnya. "Maaf, saya tidak hafal jumlahnya. Yang pasti ada."
Nama Corby yang kini ditahan di Lapas Kerobokan, Bali, mencuat lagi setelah dikabarkan akan menerima remisi Natal. Usul pemberian remisi ini diajukan oleh pengurus Lapas kepada Kementerian Hukum.
Ketua Gerakan Nasional Anti Narkotika Henry Yosodiningrat mengecam usulan tersebut karena Corby adalah penjahat narkoba yang tidak pantas mendapat remisi. Apalagi, perempuan warga negara Australia itu telah mendapat grasi pada Mei silam yang membuat hukumannya berkurang dari 20 tahun menjadi 15 tahun.
ARDIANSYAH RAZAK BAKRI