TEMPO.CO, Jakarta -Direktur Jenderal Otonomi Kementerian Dalam Negeri Djohermansyah Djohan menilai mekanisme pencopotan Aceng Fikri sebagai Bupati Garut terlalu panjang. Ia mengatakan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang mengatur pemberhentian kepala daerah perlu ditinjau ulang. "Terlalu berbelit-belit," kata Djohermansyah, Jumat 21 Desember 2012.
Djohermansyah mengatakan proses pemakzulan Aceng dijadikan bahan kajian oleh Kementerian Dalam Negeri supaya diperoleh alternatif pencopotan seorang kepala daerah. "Nanti diusulkan sekalian dalam revisi Undang-Undang Pemda," katanya.
Pasal 29 UU Pemerintah Daerah mengatur pemakzulan dilakukan dalam beberapa tahap. Pertama, usul pemakzulan kepala daerah harus disetujui paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Jika disetujui, pendapat DPRD diteruskan ke Mahkamah Agung (MA). Dalam waktu 30 hari MA harus memberi putusan atas usul pemakzulan tersebut.
Setelah putusan MA keluar, DPRD kembali mengadakan rapat paripurna. Rapat inilah yang menentukan nasib si kepala daerah. Jika disetujui, permintaan pemakzulan ini diteruskan ke pemerintah. Dalam waktu 30 hari pemerintah harus mengeluarkan putusan tentang pemakzulan tersebut.
Djohermansyah mengatakan proses tersebut terlalu lama dan panjang. Pemerintahan daerah dikhawatirkan tidak bisa berjalan dengan baik selama proses berlangsung. "30 hari di tiap instansi itu terlalu lama," katanya.
ANANDA BADUDU