TEMPO.CO, Yogyakarta - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta semua daerah memperkuat upaya pengurangan dampak bencana. Apalagi letak geografis Indonesia yang menyebabkan negara ini rentan terhadap bermacam-macam bencana, mulai dari tsunami, gempa bumi, kebakaran hutan, banjir, longsor, hingga letusan gunung berapi.
"Pengurangan risiko bencana seharusnya menjadi kebutuhan nasional dan lokal. Di hampir seluruh kejadian bencana alam, pemerintah lokal perlu membantu. Faktor kesiapan menentukan sampai di mana potensi kerusakan dapat ditekan," kata Yudhoyono, dalam pembukaan Konferensi Tingkat Kementerian Asia kelima untuk Pengurangan Risiko Bencana, di Jogja Expo Center, Selasa, 23 Oktober 2012.
Belajar dari tsunami Aceh dan Nias 2004, bencana alam telah menjelma menjadi salah satu ancaman terhebat dari keamanan nasional dan keberlanjutan hidup masyarakat. Bencana juga menyebabkan kerusakan terhadap properti dan hidup masyarakat.
"Karena itu, sejak tragedi tsunami 2004, pengurangan bencana menjadi prioritas nasional, dan masuk dalam Rencana Pembangunan Nasional Jangka Menengah 2010-2014," kata dia.
Konferensi tingkat menteri se-Asia ini diikuti ribuan peserta dari 42 negara. Konferensi digagas sebagai respons atas bencana tsunami yang terjadi pada 2004 lalu. Konferensi ini pertama kali dilaksanakan di Beijing, Cina pada 2005, lalu dilanjutkan ke New Delhi, India pada 2007; Kuala Lumpur, Malaysia pada 2008; dan Incheon, Korea pada 2010. "Juga guna menindaklanjuti Kerangka Aksi Hyogo (2005-2015) untuk mengurangi risiko bencana," ujar Yudhoyono.
Dalam konferensi yang mengambil tema "Penguatan Kapasitas Lokal untuk Pengurangan Risiko Bencana", Yudhoyono menyebut ada enam poin yang harus dilakukan untuk memperkuat daerah menekan dampak bencana.
Poin pertama adalah memperkuat ketahanan lokal melalui pembangunan desa dan kampung yang tahan terhadap bencana. Di antaranya "Kampung Siaga" untuk daerah terpecil dan "Desa Pesisir Tangguh" untuk daerah pesisir.
"Kedua, memastikan semua pemangku kepentingan di daerah turut berpartisipasi dalam mengurangi risiko bencana. Tidak hanya pemerintah daerah, tetapi juga melibatkan LSM, akademikusi, profesional, parlemen, pemuka agama dan masyarakat serta pengusaha," kata SBY.
Poin ketiga, Yudhoyono melanjutkan, adalah meningkatkan kapasitas individu dan kapasitas teknis di daerah, termasuk di dalamnya pengetahuan, keahlian, dan kebijakan. "Mengkombinasikan metode dan kearifan lokal dengan keahlian teknis untuk menangani bencana," kata dia.
Poin keempat, memastikan pembiayaan meningkatkan kapasitas lokal untuk pengurangan risiko bencana. "Selain menggunakan Kerja Sama Pemerintah Swasta dan dana dari filantropi, daerah juga perlu mempersiapkan dana kontingensi (dana cadangan) sebagai dana cadangan berkelanjutan sewaktu-waktu terjadi bencana," kata dia.
Poin kelima memastikan adanya koordinasi dan koherensi antara nasional dan pusat dalam pengurangan risiko bencana. "Harus bisa membantu pelaku daerah memperkuat program pengurangan risiko," kata dia.
Poin terakhir, mengintegrasikan konsep pengurangan risiko bencana (DRR) dengan inisatif adaptasi perubahan iklim (CCA Initiatives). "Siap atau tidak, sukses atau tidak, kapasitas kita dalam menangani bencana akan bergantung pada enam faktor ini," kata Yudhoyono.
ARYANI KRISTANTI
Berita terpopuler lainnya:
Rekayasa Kasus Novel Kian Jelas
Jokowi: Obligasi Apa Sih? Wong Duit Banyak
Retribusi Rusunawa Naik setelah Dikunjungi Jokowi
Jokowi Pergoki Lurah dan Camat yang "Nakal"
Dilamar Bakrie, Ini Jawaban Pramono Edhie
Basuki ''Ahok'' Ingin Pasar Rumput Bagaikan Apartemen