TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Presidium Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Guntur Ismail menyatakan tak sepakat dengan kebijakan pemerintah menambah jam belajar siswa. Menurut sia, langkah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan itu akan merugikan siswa.
Guntur menilai kebijakan Kementerian bakal menutup peluang siswa mengembangkan diri melalui proses belajar nonakademis. "Apalagi, konsep belajar-mengajar kontemporer tidak menjadikan guru sebagai satu-satunya sumber belajar siswa," ujarnya, Senin, 15 Oktober 2012.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 menyebut standar proses pembelajaran mesti menyenangkan, dialogis, dan interaktif. FSGI mengamati siswa yang unggul dalam pembelajaran adalah mereka yang aktif, hobi membaca, dan bisa mengelola waktunya dengan baik.
Pengelolaan waktu itu, kata Guntur, salah satunya dengan menambah jam belajar di luar sekolah dengan cara yang disukai siswa. Misalnya dengan belajar mandiri, belajar kelompok, les pribadi, maupun mengikuti lembaga bimbingan belajar.
Rencana Kementerian menambah jam sekolah ditakutkan akan kontraproduktif terhadap pembelajaran. "Hal itu justru mengekang emosi siswa yang suatu waktu bisa menjadi ledakan emosi yang luar biasa. Rencana itu tak ubahnya upaya pengurungan," ujar Guntur.
Kebijakan Kementerian juga dipandang akan menghasilkan ekses negatif. Siswa diperkirakan tak akan punya waktu yang cukup untuk mengerjakan pekerjaan rumah. Tak hanya itu, daya baca siswa juga menurun karena kelelahan menjalani sekolah reguler.
Kebijakan itu juga bakal mengurangi interaksi anak dengan lingkungan sosialnya. Dengan jam sekolah yang panjang, siswa diperkirakan baru akan tiba di rumah setelah pukul 19.00 WIB. "Dia tidak ada waktu berinteraksi dengan orang tua. Akibatnya, dia bisa jadi anak yang sulit dikendalikan," kata Guntur.
Pemerintah berencana menambah jam belajar siswa sebagai bagian dari revisi kurikulum yang ditargetkan rampung Februari tahun depan. Menteri Pendidikan Muhammad Nuh menyebut kebijakan itu diambil salah satunya karena kondisi sosial masyarakat sudah berubah.
Selama ini banyak orang tua masih bekerja saat anak pulang sekolah. Akibatnya, kontrol terhadap anak mengendur. Tambahan jam belajar siswa di sekolah nantinya diberlakukan mulai dari SD, SMP, SMA, hingga perguruan tinggi. Tambahan jam akan dipakai untuk kegiatan ekstrakurikuler seperti olah raga, kegiatan keagamaan, maupun dialog antara siswa dan guru dengan tujuan menanamkan nilai-nilai.
ISMA SAVITRI