TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat, Didi Irawadi Syamsuddin, meminta Kepala Kepolisian RI Jenderal Timur Pradopo memerintahkan anak buahnya mundur dari penyelidikan kasus simulator surat izin mengemudi di Korps Lalu Lintas. Terlebih setelah peristiwa penjemputan paksa Novel Baswedan, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi yang turut memeriksa tersangka korupsi simulator SIM, Inspektur Jenderal Djoko Susilo, pada Jumat malam, 5 Oktober 2012.
"Penjemputan paksa tadi malam di gedung KPK melihatkan adanya cara-cara yang arogan terhadap Novel Baswedan, makin memperpuruk citra kepolisian di mata publik," kata Didi, Sabtu, 6 Oktober 2012.
Menurut Didi, polisi harus segera mengambil langkah untuk meredam spekulasi di tengah masyarakat. Salah satunya, segera mundur dari penyelidikan kasus itu. Sikap ini, kata dia, tak akan mengurangi kewibawaan dan rasa hormat Polri untuk mengusut kasus. "Alangkah eloknya jika Polri dengan lapang dada rela menyerahkan kasus simulator sepenuhnya pada KPK."
Politikus Demokrat ini mengingatkan, sesuai Pasal 50 ayat 4 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, Kepolisian, atau Kejaksaan harus mundur dari kasus yang sudah ditangani komisi antirasuah itu. Dalam kasus simulator ini, KPK telah lebih dulu menetapkan tersangka.
Selain Djoko, KPK juga menetapkan perwira aktif polisi, Brigadir Jenderal Didik Purnomo, sebagai tersangka. Ada lagi dua orang dari swasta yang dijadikan tersangka, yaitu Direktur Utama PT Citra Mandiri Metalindo Budi Susanto dan Direktur Utama PT Inovasi Teknologi Indonesia Sukotjo Bambang.
Dalam kasus serupa, Polri berkukuh ikut menyidiknya dengan menetapkan lima tersangka. Mereka adalah Didik Purnomo, Ajun Komisaris Besar Teddy Rusmawan, Komisaris Legimo, Budi Susanto, dan Sukotjo Bambang.
Menurut Didi, penyerahan pengusutan kasus korlantas pada KPK adalah momentum yang baik bagi Polri untuk memulai sejarah pembersihan diri. Justru Polri tidak perlu takut apabila pada akhirnya kasus ini merembet perwira tinggi Polri. "Jangan sampai di mata publik ada kesan diskriminatif bahwa polisi terkesan istimewa di hadapan hukum."
Didi yakin, publik akan mengapresiasi Polri jika legowo menyerahkan kasus. Apalagi masyarakat percaya bahwa masih banyak polisi baik di tubuh Polri. "Jangan gara-gara segelintir polisi korup, rusak seluruh nama baik korps bayangkara."
Didi pun menyatakan akan segera mendesak koleganya di Komisi Hukum untuk memanggil Kapolri Timur Pradopo. Timur akan dimintai pertanggungjawaban soal lemahnya koordinasi dengan bawahannya sehingga membiarkan penjemputan paksa terhadap Novel terjadi. "Bawahan Kapolri tak melakukan koordinasi yang baik, sehingga melakukan langkah keliru dan menjadi blunder. Sungguh sangat disayangkan."
IRA GUSLINA SUFA