TEMPO.CO, Jakarta - Fraksi Partai Keadilan Sejahtera mengklaim menjadi satu-satunya fraksi yang menolak draf revisi Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi ketika masih dibahas di Komisi Hukum DPR. Penolakan itu dikatakan sudah disampaikan sebelum draf revisi masuk ke Badan Legislasi DPR.
"Kami satu-satunya yang menolak tanda tangan draf dari Komisi yang sudah mau masuk ke Badan Legislatif," kata Indra, anggota fraksi Partai Keadilan Sejahtera, dalam diskusi "Revisi Undang-Undang KPK" di Warung Daun, Sabtu, 29 September 2012.
Indra menjelaskan, penolakan tersebut sudah terjadi sejak beberapa bulan yang lalu dan bukan baru-baru ini saja. Alasannya, PKS menilai revisi itu memperlemah KPK. Draf resmi yang diterimanya dalam rapat Badan Legislatif pada 23 Februari 2012 lalu memperkuat adanya usaha memperlemah. "Betul kalau draf revisi UU KPK di pasal 6a menghilangkan kewenangan penuntutan," kata dia.
Indra mengatakan momen fraksi-fraksi berubah haluan pernah terjadi di tahun 2009. Waktu itu UU KPK juga akan direvisi. Ketika itu, hanya F-PKS yang menolak direvisi. Baru setelah publik keras menyatakan penolakan revisi UU KPK, fraksi lain lalu berbalik sikap dengan menolak revisi.
Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi, Johan Budi S.P., dalam diskusi yang sama, menyatakan Undang-Undang KPK yang ada saat ini dirasa masih cukup efektif untuk upaya pemberantasan korupsi. "Itu statement resmi pimpinan, tetapi KPK tentunya pelaksana undang-undang jadi tergantung undang-undangnya," kata dia.
Jika revisi ini memang masih akan dilanjutkan, Johan menegaskan, masyarakat yang harus mengawal, semangatnya memperkuat atau justru memperlemah. "Apalagi saat ini pemberantasan korupsi sering dianggap hanya retorika, apa yang dikatakan dengan apa yang dilakukan sering beda," kata dia.
Sebagai contoh, Johan melanjutkan, dalam fraksi PKS pun juga ada yang pernah lantang menyatakan pembubaran KPK. "KPK berusaha transparan, akuntabel, tetapi malah dianggap hanya pencitraan," kata dia.
ARYANI KRISTANTI