TEMPO.CO , Jakarta - Sejumlah Politikus DPR membela Kapolri Jenderal Timur Pradopo soal kasus Simulator SIM. Politikus Partai Keadilan Sejahtera Adang Daradjatun menilai Kapolri belum tentu salah dalam kasus Simulator ini.
"Kalau hanya tanda tangan belum tentu Kapolri salah, " ujarnya di Kompleks Parlemen Senayan, Rabu 26 September 2012.
Baca Juga:
Komisi Pemberantasan Korupsi mengatakan masih mengkaji soal surat keputusan Kapolri tentang penetapan pemenang lelang proyek simulator SIM. Surat ini akan menjadi bahan untuk memperdalam kasus yang sedang ditangani oleh KPK.
Pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar menilai Kapolri bisa dianggap ikut bertanggungjawab dalam kasus dugaan korupsi proyek senilai Rp 142,4 miliar tersebut. Menurut dia, Kapolri seharusnya mengetahui apakah proses proyek itu dilakukan secara benar atau tidak.
Adang berpendapat berbeda dengan Bambang Widodo. Menurut dia, meskipun Kapolri menandatangani, tak berarti semua kesalahan yang dilakukan anak buahnya harus ditanggung Timur.
"Sebagai pimpinan Polri tidak mungkin dia tahu persis proses tendernya seperti apa. Kalau pimpinan harus dimintai pertanggungjawaban atas semua hal bisa repot," ujarnya.
Karena itu, mantan Wakapolri ini mengatakan KPK sebaiknya konsentrasi saja pada proses tender. Dia mengatakan bahwa proses inilah yang bisa menjadi pintu masuk KPK dalam membongkar kasus ini. "Saya rasa para penyidik KPK juga bukan anak kemarin sore yang harus diajari lagi," kata dia.
Sementara itu, Politikus PDI Perjuangan Eva Kusuma Sundari mengatakan KPK harus memperjelas dulu peran Kapolri dalam kasus ini. Menurut dia, KPK jangan asal memeriksa kecuali jika ditemukan adanya keuntungan yang diperoleh Kapolri dalam hal ini.
"Harus dilihat dulu derajat kesalahannya. Setiap kesalahan itukan ada derajatnya. Kalau memang Kapolri menerima benefit dari proyek itu, baru KPK boleh periksa," ujarnya.
Anggota Fraksi Partai Demokrat, Eddy Ramli Sitanggang juga berpendapat sama. Menurut dia, tanda tangan Kapolri bukan berarti Kapolri tahu dan menerima keuntungan dari proyek ini.
Menurut dia Kapolri tak bisa dimintai pertanggungjawaban hanya karena menandatangani surat tersebut. "Itukan memang sudah tugas dia untuk menandatangani karena memang diatur oleh undang-undang. Itu tidak masalah," katanya.
Menurut Eddy, Kapolri hanya mengurusi masalah kebijakan saja. Sementara kasus simulator SIM ini bermasalah pada implementasi kebijakannya. "Karena itu tidak bisa kebijakan itu disalahkan. Kecuali ditemukan bukti bahwa kebijakan itu sengaja dibentuk untuk merugikan negara. Ini kan kesalahannya diimplementasinya, tidak ada hubungannya dengan Kapolri," katanya.
FEBRIYAN
Berita terpopuler lainnya:
Menteri Purnomo Ancam Wartawan Jakarta Post?
Jokowi-Basuki Akan Kembangkan Kereta Api
Kewenangan KPK Dikebiri, Penasihat Ancam Mundur
Pangkas Kewenangan KPK, DPR Dinilai Lucu
DPR Terbelah Jika Kapolri Dipanggil KPK
Messi Siap Perkuat Persib
PDIP Tak Setuju Protokol Antipenistaan Agama SBY
DPR Pertanyakan Konflik Menhan dan Jakarta Post