TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto mengatakan, usul memangkas kewenangan KPK hanya kehendak oknum di Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat. "Dapat dilihat dari beberapa orang yang getol memangkas kewenangan KPK," kata Bambang, Selasa, 25 September 2012. Namun dia enggan menyebut identitas politikus yang ia maksud.
Komisi Hukum sedang menyusun draf revisi Undang-Undang KPK. Anggota Komisi Hukum mengusulkan untuk memangkas kewenangan penuntutan dan penyadapan KPK. Dewan juga mengusulkan agar KPK dapat menerbitkan Surat Perintah Penghetian Penyidikan alias SP3, dan memiliki lembaga pengawasan.
Menurut Bambang, pihak yang menggugat kewenangan penyadapan KPK dapat diperdebatkan. Tetapi dia meyakini penyadapan KPK tersebut sesuai aturan, bahkan mengacu pada hukum internasional. "Soal penyadapan ini, kami berani menguji kalau ada yang mau mengujinya," kata dia.
Adapun usulan membentuk lembaga pengawasan, Bambang mengapresiasi. Meski ia menilai alasannya terlalu lemah. Ketika melontarkan usulan tersebut, DPR membandingkan atau mencontohkan lembaga penegak hukum lain, yakni Komisi Kepolisian Nasional dan Komisi Kejaksaan, sebagai pengawas.
Dia menambahakan, Kepolisian Republik Indonesia dan Kejaksaan Agung memiliki personel sangat banyak, sedangkan KPK hanya sekitar 700 orang. "Tapi, mungkin saja yang mengajukan itu punya gagasan positif bahwa KPK perlu perwakilan di seluruh Indonesia. Kalau begitu argumennya, sangat bagus," kata mantan advokat ini.
Bambang juga mengatakan, Dewan Pengawas tetap bisa mengawasi KPK setiap saat. Secara umum, Bambang menilai bahwa usulan pemangkasan kewenangan KPK tersebut jauh dari semangat reformasi. "Orang-orang itu telah mendelegetimasi pemberantasan korupsi," ujarnya.
Komisi Hukum DPR menolak disangka akan melumpuhkan KPK lewat revisi Undang-Undang KPK. Anggota Komisi Hukum dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Trimedya Panjaitan menilai usulan dibentuknya Dewan Pengawas adalah semangat bersama atau spirit universal dalam pemberantasan korupsi.
Usul dalam Revisi Undang-undang KPK nomor 30 tahun 2002 ini diyakini tidak memperlemah fungsi KPK, tetapi justru menjaga. "Semua lembaga juga ada pengawasnya, Dewan Pengawas itu perlu," katanya saat dihubungi Tempo, Selasa malam, 25 September 2012.
Ia memaparkan, setiap lembaga hukum seperti Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, dan Kepolisian memiliki lembaga pengawas yaitu Komisi Yudisial, Komisi Kejaksaan RI, dan Komisi Kepolisian Nasional. Demikian pula KPK harus memiliki pengawas yang bertugas lebih efektif dan melekat dibanding fungsi pengawasan pada DPR RI untuk lembaga antirasuah tersebut. "Kami cuma ketemu setiap empat bulan sekali untuk rapat dengar pendapat, sangat jarang," katanya.
Dewan Pengawas KPK ini, menurut dia, fungsinya akan lebih kuat dari pada Komisi Kejaksaan dan Kompolnas. Dewan Pengawas tidak hanya akan memberikan rekomendasi yang dapat diabaikan lembaga yang diawasi, tetapi ada ketentuan wajib menindaklanjuti.
Namun, Trimedya mengklaim Dewan Pengawas tidak akan bisa mengintervensi keputusan yang diambil para pimpinan KPK. "Beda dengan Kompolnas dan Komisi Kejaksaan yang cuma aksesoris, Dewan Pengawas punya kewenangan untuk mengawasi perilaku dan kinerja KPK," kata dia.
Dewan Pengawas KPK rencananya akan dipilih langsung oleh DPR. Trimedya mengaku, anggota DPR akan memilih orang-orang tersebut berdasarkan tingkat kredibilitas dan kemampuan yang sesuai. Para anggota dewan ini juga akan mengaudit kinerja anggota KPK sehingga tidak terjadi penyalahgunaan wewenang.
RUSMAN PARAQBUEQ