TEMPO.CO, Madiun - Ongkos yang harus dikeluarkan para imigran gelap asal Timur Tengah untuk bisa diberangkatkan ke Australia diperkirakan mencapai ratusan juta rupiah. Uang sebesar itu dipakai untuk biaya tiket pesawat dari negara asal dan negara transit hingga biaya penyelundupan melalui wilayah Indonesia.
Seperti diakui salah satu imigran asal Iran, Mohamad Hardani, 37 tahun. Hardani bersaksi melalui penerjemah yang tertuang dalam dokumen Berita Acara Pemeriksaan (BAP) perkara penyelundupan imigran akhir pada 2011 yang melibatkan lima oknum Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI-AD).
Lima oknum TNI-AD itu adalah Sersan Dua Ilmun Abdul Said, Sersan Dua Kornelius Nama, Kopral Kepala Karyadi, Pembantu Letnan Satu Susiali, dan Sersan Kepala Khoirul Anam.
Ilmun terakhir kali bertugas sebagai Bintara Pembina Desa (Babinsa) Komando Rayon Militer (Koramil) Sokobanah, Sampang. Sedangkan Kornelius adalah Babinsa Koramil Bluto, Sumenep. Adapun Karyadi, Susiali, dan Khoirul merupakan Babinsa Koramil Besuki, Tulungagung.
Dalam BAP yang disusun penyidik Polisi Militer Komando Daerah Militer (Pom Dam) V/Brawijaya, Hardani mengaku terbang dari Teheran, Iran, menuju Dubai, 17 November 2011. Dari Dubai, ia terbang dan tiba di Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta, 18 November 2011. Ongkos tiket dua kali penerbangan itu mencapai puluhan juta rupiah.
Belum lagi ongkos akomodasi dan transportasi selama tinggal di Indonesia sebelum berlayar ke Australia. Dari Jakarta, Hardani menuju Cisarua, Bogor. “Di Cisarua, dia kenal dengan warga Iran bernama Yosif dan ditawari ke Australia,” kata Kepala Oditur Militer Madiun, Upang Juwaeni, Rabu, 12 September 2012.
Hardani sepakat membayar US$ 8.000 atau sekitar Rp 72 juta (sesuai kurs saat itu, Rp 9.000 per dolar AS) untuk empat orang. Uang tersebut untuk akomodasi dan transportasi dari Jakarta menuju Pantai Popoh, Tulungagung, Jawa Timur.
Ongkos lebih besar dikeluarkan imigran asal Iran lainnya, Mohamad Hadi Parivash, 32 tahun. Dalam BAP disebutkan bahwa pada 26 April 2011, Hadi terbang dari Teheran, Iran, menuju Kuala Lumpur, Malaysia. Dari Malaysia, terbang ke Bali dan tiba 27 April 2011. Dari Bali terbang ke Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta. Dari sini, ia dijemput warga Arab Saudi, Husein, dan dibawa ke Cisarua, Bogor.
Tanggal 30 April 2011, berangkat ke Australia namun ditangkap kepolisian di Sukabumi, Jawa Barat, kemudian ditampung 1,5 bulan di penampungan Kalideres, Jakarta. Di penampungan ia bertemu tujuh anggota keluarganya. Juni 2011 dipindah ke penampungan Cipari, Sukabumi. “Selama di Kalideres, ia kenal imigran lain bernama Sayeed Abas dan diminta uang US$ 50 ribu untuk tujuh orang,” ujar Upang.
Jika dikurskan dengan rupiah saat itu, US$ 50 ribu setara sekitar Rp 450 juta. Uang ini untuk akomodasi dan transportasi dari Jakarta menuju Pantai Popoh, Tulungagung, Jawa Timur.
Nahas, kapal laut yang mereka tumpangi bersama ratusan imigran lain tenggelam di perairan Prigi, Trenggalek, 17 Desember 2011, setelah berlabuh 10 jam dari Pantai Popoh. Namun Hardani dan Hadi bisa diselamatkan.
Hardani dan Hadi seharusnya menjadi saksi dalam perkara lima oknum TNI-AD tersebut. Namun, karena keduanya sudah kembali ke Iran, Oditur membacakan keterangan mereka sesuai BAP.
ISHOMUDDIN
Terpopuler:
Kepergok Plesiran di Denmark, Anggota DPR ''Ngeles''
Wa Ode: Fakta Sidang Mirwan Terlibat
''Yang Bilang Ical Bukan Capres Golkar, Zalim''
Kritik Guru di Facebook, Siswa SMA Dikeluarkan
UN Gantikan Ujian Seleksi Masuk Universitas
Hari Ini, Antasari Buka-bukaan Soal Century di DPR