TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menilai rencana Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur untuk memindahkan pengungsi Syiah Sampang ke Sidoarjo melanggar hak asasi manusia. “Relokasi yang tidak dilakukan secara sukarela jelas-jelas melanggar HAM,” kata Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Ifdhal Kasim kepada Tempo, Sabtu, 8 September 2012.
Pasalnya, pemindahan masyarakat berhubungan dengan berbagai hak dasar manusia seperti hak untuk tinggal di suatu daerah dan hak atas pekerjaan. Usulan relokasi itu bisa membuat pengungsi Syiah tertekan. “Apalagi relokasi bukan persetujuan dari warganya. Artinya ada bujukan dan tekanan sehingga mereka tak punya pilihan,” ujar Ifdhal.
Kamis lalu, pemerintah Jawa Timur mengusulkan agar 71 keluarga Syiah yang mengungsi di Gedung Olah Raga Sampang dipindahkan ke rumah susun dekat Pasar Induk Puspa Agro, Sidoarjo. Mereka beralasan, kondisi GOR tak layak bagi pengungsi. "Kami menyediakan rumah, listrik, dan air gratis. Kebutuhan makan kami tanggung," kata Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf.
Memindahkan warga dari tempat tinggalnya, kata Ifdhal, berhubungan erat dengan kehidupan sosial dan ekonomi. Seharusnya negara mengupayakan warga Syiah kembali ke kampungnya di Desa Nangkernang, Sampang, Madura. “Mereka ditempatkan di rumah susun sedangkan mereka petani. Kalau dipindahkan, lantas mata pencariannya apa?”
Hal senada dikemukakan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Masyarakat Agung Laksono. Ia menilai rencana memindahkan pengungsi Syiah tak menyelesaikan konflik. “Relokasi hanya memindahkan masalah, jangan sampai masalah pokoknya tidak diselesaikan dan menimbulkan masalah baru,” kata Agung kepada Tempo.
Agung menegaskan, usulan relokasi pengungsi Syiah baru sebatas wacana. Persoalan di Sampang bukan hanya urusan Kementerian Agama. Solusinya mesti dibicarakan lebih dulu dengan Kementerian Sosial serta Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan. “Belum diputuskan karena belum berkoordinasi dengan instansi lain,” ujar Agung.
ANGGRITA DESYANI