TEMPO.CO, Jakarta - Konflik antara warga Desa Limbang Jaya II di Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan, dengan kepolisian akan tetap ditangani melalui mekanisme pengadilan internal kepolisian. Demikian rekomendasi yang disampaikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dalam konferensi pers di Jakarta, Senin, 13 Agustus 2012.
Wakil Ketua Komnas HAM Nur Kholis menyatakan mekanisme tersebut mesti ditempuh karena pelanggaran yang terjadi di Ogan Ilir tak masuk kategori pelanggaran HAM berat. "Kalau masuk pelanggaran HAM berat barulah kami bisa menyarankan diproses pengadilan HAM," kata dia saat ditemui Senin.
Pelanggaran HAM berat, kata dia, harus memenuhi dua syarat, yakni dilakukan secara luas dan sistematis. Dua hal ini tak ditemukan dalam kasus penembakan Ogan Ilir meskipun komisi menemukan bukti digunakannya peluru tajam di sana. Dalam konferensi pers yang digelar hari ini, Komnas HAM mereka memperlihatkan tiga selongsong peluru dan sebuah peluru tajam yang masih utuh.
"Ini kami dapatkan dari masyarakat dan di sana pun kondisinya berserakan," katanya. Namun, di antara barang bukti itu, tak terdapat peluru karet. Polisi pun, menurut Nur Kholis, tak pernah memperlihatkan barang bukti berupa peluru karet. Padahal, prosedur tetap kepolisian untuk menangani aksi massa adalah menggunakan peluru karet.
Polisi, kata Kholis, hanya memperlihatkan video bahwa mereka melakukan pemeriksaan kepada anggota Brigade Mobil (Brimob) yang akan diturunkan ke Ogan Ilir. Dalam video tersebut terlihat mereka membawa peluru karet. Namun hanya 15 anggota Brimob yang diperiksa dalam video itu. Padahal, jumlah anggota yang diturunkan jauh lebih banyak.
Insiden berdarah di Ogan Ilir pun bukan baru terjadi tahun ini. Pada 2009 lalu bentrokan juga terjadi di sana. Dalam kejadian itu Komnas HAM turut menyelidiki kasus tersebut. Saat itu polisi diketahui menggunakan peluru tajam. Pasalnya, dari tempat kejadian ditemukan puluhan proyektil utuh maupun selongsong peluru. Selain itu, ditemukan pula magasin senapan yang masih penuh terisi peluru tajam. "Ternyata mekanisme pengadilan internal polisi tak cukup menimbulkan efek jera hingga kejadian serupa terulang. Namun, kami tidak bisa menyarankan kasus ini dibawa ke pengadilan HAM," kata Nurkholis.
Sebelumnya kepolisian menyatakan telah memeriksa enam orang pimpinan polisi di Ogan Ilir yang bertanggung jawab dalam operasi di sana. Mereka terdiri dari perwira berpangkat komisaris polisi dan atasan-atasan yang memimpin operasi. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Brigadir Jenderal Boy Rafli Amar menyatakan keenam anggota itu akan segera disidang setelah berkas perkaranya rampung.
ANGGRITA DESYANI