TEMPO.CO, Kediri - Sejumlah perajin tahu di Kediri, Jawa Timur, mulai mengurangi produksi menyusul kenaikan harga kedelai. Akibatnya, masyarakat kesulitan mencari makanan tinggi protein itu di pasaran.
Mariono, 51 tahun, salah seorang perajin di sentra pembuatan tahu Kelurahan Tinalan, Kecamatan Pesantren, Kota Kediri, mengaku mengurangi produksi dari 3 kuintal kedelai per hari menjadi hanya 60 kilogram. "Saya tak mampu menjangkau harga kedelai," katanya, Rabu, 25 Juli 2012.
Menurut dia, harga kedelai masih berkisar Rp 5.500 per kilogram pada bulan April lalu. Namun saat ini telah melonjak hingga Rp 8.000 per kilogram di tingkat pedagang besar. Akibatnya, Mariono terpaksa mengurangi jumlah produksi tahu karena tak mampu membeli bahan baku cukup banyak.
Berbeda dengan perajin tempe, pembuat tahu, menurut Mariono, tak bisa mengurangi ukuran tahu yang dibuat. Sebab, ukuran cetakan tahu sudah paten dan tak bisa dikecilkan. Demikian pula dengan komposisi kedelai, tak bisa dikurangi atau digantikan bahan lain karena mempengaruhi kualitas.
Selain mengurangi kapasitas produksi, perajin yang sudah memulai usaha sejak tahun 1987 ini juga memangkas jumlah karyawan. Jika sebelumnya terdapat empat pekerja di rumah industrinya, kini tinggal satu orang.
Kenaikan harga jual tahu juga dia tempuh untuk menjaga kelangsungan usaha. Saat ini Mariono membanderol produksinya sebesar Rp 800 per biji, dari harga sebelumnya Rp 650 per biji. Dalam sehari, dia memproduksi sekitar 1.200 biji tahu kuning untuk dipasok di pasar tradisional.
Mariono berharap, pemerintah bisa mengendalikan harga kedelai yang terus merangkak hebat. Kedelai yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat tidak bisa dilepas pada mekanisme pasar karena menyangkut konsumsi masyarakat.
Sementara itu, pantauan Tempo di sejumlah toko kecil atau pracangan, terjadi penurunan pasokan tahu. Beberapa kios bahkan menunggu dua hari untuk mendapat kiriman tahu dari produsen. "Baru pagi tadi ada kiriman tahu setelah dua hari kosong," kata Purwati, pedagang pracangan di Perumahan Persada Sayang, Kediri.
HARI TRI WASONO