TEMPO.CO, Jakarta - Juru bicara Kementerian Dalam Negeri, Reydonnyzar, mengatakan Rancangan Undang-Undang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta adalah isu yang sensitif. Pemerintah harus menyelesaikan rancangan dengan tetap memprioritaskan kepentingan raja Keraton dan pendapat Dewan Perwakilan Rakyat.
“Kalau soal kesepahaman, sudah ada kemajuan. Sekarang hanya tinggal menentukan bunyi pasal untuk Pengisian Jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur Yogyakarta,” kata Reydonnyzar kepada Tempo, Kamis, 5 Juli 2012.
Pemerintah akhirnya lebih memilih istilah 'Pengisian' dibandingkan 'Penetapan' karena pertimbangan berbagai hal. “Kami harus berhati-hati soal pemakaian istilah. Yang dipakai adalah Pengisian, bukan Penetapan,” kata dia.
Bunyi pasal yang ditetapkan pun haruslah pasal yang bisa mengakomodasi kepentingan segala pihak, termasuk kepentingan raja. Kementerian Dalam Negeri mengusahakan penetapan pasal akan selesai tepat waktu, yaitu 13 Juli 2012. “Karena kami harus kejar waktu, sebelum raja Keraton habis masa jabatannya,” ujar Reydonnyzar.
Pembahasan RUU Keistimewaan DIY hingga kini masih terkendala sistem penetapan. Pemerintah pada awalnya menginginkan Gubernur DIY dipilih secara demokratis dan tidak dimonopoli keluarga Sultan. Usulan ini untuk memenuhi hak setiap warga negara memilih dan dipilih sebagai gubernur dan wakil gubernur. Pemerintah yang didukung fraksi Partai Demokrat mengusulkan agar Gubernur DIY dipilih dari masyarakat umum. Mekanismenya bisa dipilih oleh DPRD atau dipilih langsung oleh rakyat.
Usulan pemerintah ini mendapat penolakan dari masyarakat Yogyakarta dan mayoritas fraksi di DPR. Mereka meminta jabatan gubernur dan wakil gubernur ditetapkan oleh Sultan dan Paku Alam sesuai dengan keistimewaan Yogyakarta.
ELLIZA HAMZAH
Berita Terkait:
Soal Jabatan Gubernur, Kerabat Keraton Yogya Galau
Kerabat Keraton Setuju Gubernur Ditetapkan DPRD
Pembahasan RUU Keistimewaan Terancam Mundur
Sultan Isyaratkan Persetujuan Soal Gubernur DIY
Ternyata Sultan Yogya Jago Main Layang-layang