TEMPO.CO, Jakarta- Tim dari kantor firma hukum Yusril Ihza Mahendra Mahendra melaporkan Kepala Kejaksaan Negeri Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Firdaus Dewilmar. "Kepala Kejari berupaya menangkap klien kami, Parlin Riduansyah, karena tidak adanya putusan yang eksekutorial," ujar anggota tim pengacara, Jumhur Lantong, di depan gedung Badan Reserse Kriminal Mabes Polri, Rabu malam, 6 Mei 2012.
Jumhur menilai putusan terhadap kliennya yang merupakan Direktur Utama PT Satui Batubara Tama, batal demi hukum, namun eksekusi tetap dipaksakan. Jumhur mengatakan Firdaus dilaporkan melanggar pasal 333 ayat 1 KUHP tentang perbuatan melawan hukum merampas kemerdekaan seseorang.
Menurut Jumhur, Firdaus mendasarkan tindakan penangkapan dan penggeledahan terhadap kliennya pada putusan kasasi, berupa vonis pidana penjara tiga tahun. Jumhur menyatakan putusan kasasi tersebut sudah inkrah, tetapi batal demi hukum.
Menurut Jumhur, putusan itu batal demi hukum karena tidak memenuhi unsur dalam Pasal 197 huruf a KUHAP, karena tidak menyertakan perintah eksekusi. Persidangan kemudian berlanjut ke tingkat kasasi Mahkamah Agung.
Anggota tim kuasa hukum lainnya, Fikri Chairman, menjelaskan, Kejari Banjarmasin tetap memaksakan eksekusi. Fikri menuturkan kemarin rumah Parlin dikepung untuk dilakukan eksekusi terhadap kliennya tersebut. Namun eksekusi tidak jadi dilakukan karena Parlin tidak ada di tempat.
Wakil Jaksa Agung Darmono menyatakan tidak keberatan dengan laporan tersebut. "Tidak masalah, sepanjang jaksa melaksanakan itu sesuai dengan bunyi atau amar putusan hakim," ujar Darmono melalui pesan singkat kepada Tempo tadi malam.
Jika jaksa melaksanakan sesuai amar putusan hakim, kata Darmono, berarti hakim telah melaksanakan perintah Undang-Undang. Darmono menjelaskan jika putusan hakim dinilai bertentangan KUHAP, maka yang seharusnya digugat bukanlah jaksa sebagai eksekutor. Menurut Darmono dalam situasi demikian, yang seharusnya dilakukan adalah upaya hukum atas putusan hakim tersebut.
MARIA YUNIAR