TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) beserta sejumlah pengamat meminta produsen rokok berhenti melaksanakan program tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility/CSR). CSR yang dilakukan oleh produsen rokok dinilai hanya sebagai kedok untuk membangun citra positif terhadap rokok.
“Produsen rokok itu membuat pelanggannya meninggal lebih cepat. Bagaimana dia mau lakukan CSR?” kata Senior Policy Advisor Southeast Asia Tobacco Control Alliance (SEATCA) Mary Assunta di Jakarta pada Selasa 22 Mei 2012 sore.
Terlebih jika sebuah produsen rokok secara sengaha mempublikasikan pelaksanaan program CSR-nya melalui media. Mary mengatakan hal itu semakin menunjukkan bahwa CSR yang dilakukan oleh produsen rokok melenceng dari tujuan asalnya. “Rokok dan CSR itu kontradiktif,” katanya.
Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait meminta masyarakat waspada terhadap intervensi industri rokok yang semakin lama semakin mudah masuk ke kehidupan masyarakat. Selain itu, ia juga meminta agar produsen rokok tidak diperkenankan menjalankan CSR. “CSR itu harus didenormalisasi,” katanya.
Aktivis Lingkar Studi CSR, Jalal, mengatakan mengatakan bahwa perusahaan global sudah menyepakati dokumen petunjuk pelaksanaan CSR, yakni ISO26000:2010 Guidance on CSR. Menurut Jalal, dokumen yang terbit pada 1 November 2010 itu secara ringkas mendefinisikan bahwa CSR adalah bentuk pertanggungjawaban perusahaan untuk mengatasi masalah yang dihasilkan oleh kegiatannya.
Menurut Jalal, produsen rokok di Indonesia tidak ada yang bertanggung jawab terhadap dampak buruk yang dihasilkan oleh rokok. “Ini hanya akal-akalan saja,” kata Jalal.
Sebagai jalan keluar, CSR produsen rokok dilakukan melalui agen. Agen itulah yang mengumpulkan dana dari produsen rokok dan menyalurkannya ke masyarakat.
ANANDA BADUDU