TEMPO.CO, Ketapang - United States Agency for International Development (USAID) mengucurkan dana sebesar US$ 40 Juta untuk mengurangi penebangan hutan di Indonesia. Di Kalimantan Barat, program ini dilakukan terhadap 4 juta hektare yang meliputi lima kabupaten.
Glen Andres, Direktur USAID, mengatakan penebangan hutan dapat mempengaruhi mata pencaharian masyarakat di sekitar lokasi. "USAID berkomitmen untuk bermitra dengan pemerintah daerah dalam membantu Indonesia mengelola sumber daya alam yang sangat berharga," kata dia, Senin, 30 April 2012.
Selain dengan pemerintah daerah, USAID juga bekerja sama dengan perusahaan penebangan kayu di Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. Tujuannya dapat mencegah penggundulan hutan dan mengurangi konsekuensi pemanasan global.
Glen mengatakan program USAID IFACS tersebut ditekankan dalam bentuk pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan untuk memanfaatkan hasil hutan non-kayu. Sebab masyarakat sekitar hutan merupakan komunitas yang paling merasakan imbas dari penebangan hutan dalam bentuk pemanfaatan hasil hutan serta efeknya dari sisi ekologi.
Program senilai US$ 40 juta tersebut merupakan prakarsa Kedutaan Besar Amerika Serikat di Indonesia untuk program lingkungan hidup di bawah kemitraan komprehensif AS-Indonesia. "Program ini juga ditujukan untuk membantu pemerintah pusat dalam meningkatkan keahlian pemerintah daerah, masyarakat madani, serta sektor swasta dalam bidang konservasi serta pengelolaan sumber daya hutan, keanekaragaman hayati, serta jasa ekosistem," katanya.
USAID IFACS dan tujuh perusahaan penebangan kayu juga menandatangani nota kesepakatan. Isinya soal manajemen konsesi penebangan hutan serta mengurangi dampak terhadap hutan lokal. Di Kalimantan Barat, nota kesepakatan dengan pemerintah daerah dilakukan dengan pemerintah daerah Kabupaten Ketapang, Melawi, Kayong Utara, Sintang, dan Sekadau.
Bupati Sintang, Milton Crosby, mewakili kepala-kepala daerah yang tidak hadir, menyatakan proyek USAID IFACS dapat dijadikan landasan untuk mengelolaan hutan lestari di Kalbar. "Penataan ruang harus berwawasan lingkungan. Sumber daya Kalbar dengan potensi perkebunan kelapa sawit dan pertambangan harus juga memperhatikan kelestarian alam," katanya.
Kata Milton, pemangku kepentingan juga harus paham dengan kerja sama ini, masyarakat juga harus dilibatkan dalam pengelolaan lingkungan dan pemberdayaan ekonomi rakyat. "Ada pohon kehidupan di sekitarnya. Contohnya karet," katanya.
Bantuan teknis untuk pemberdayaan masyarakat juga sangat penting, termasuk menyekolahkan anak-anak di sekitar wilayah program. Tujuannya, kata Milton, agar masyarakat memiliki pemahaman yang tinggi dalam hal pelestarian alam dan juga teknologi untuk membantu meningkatkan sumber daya manusia.
ASEANTY PAHLEVI