TEMPO.CO, Jakarta- Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat, I Gede Pasek Suardika menyatakan, Athiyyah Laila, istri Ketua Umum Demokrat Anas Urbaningrum sebagai saksi tidak harus datang ketika dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi.
Hal ini dapat terjadi, menurut dia, ketika saksi mengalami halangan pada saat tanggal pemeriksaan. “Tidak mesti setiap waktu datang, mungkin waktunya memang tidak tepat,” kata Gede Pasek saat dihubungi, Ahad, 22 April 2012.
Gede menyatakan, istri Anas Urbaningrum ini sebagai warga Negara memang berkewajiban memberikan kesaksian. Akan tetapi, ia menyatakan, penetapan saksi harus memenuhi syarat karena tidak semua orang dapat memberi kesaksian pada satu kasus. “Haruslah orang yang mengetahui, melihat, atau mendengar,” kata Gede.
Ia juga menyatakan, Partai Demokrat hingga kini belum mengetahui alasan dan keterkaitan yang jelas antara kasus Hambalang dengan peran Athiyyah. “Perannya kan belum jelas, sebagai apa?” katanya.
Ia juga menyatakan, mulai ada suatu tekanan berasal dari media yang membuat masyarakat memandang seorang yang menjadi saksi pasti terkait dengan kasus atau bahkan menjadi tersangka dalam kasus tersebut. Padahal, menurut Gede, tujuan saksi adalah membuat suatu kasus menjadi lebih terang dengan keterangan dan informasi yang diketahuinya. “Saksi hal biasa, jangan dibuat jadi seram, saksi itu bukan tersangka,” kata Gede.
Wakil Ketua KPK, Busyro Muqoddas meminta Athiyyah memenuhi panggilan kedua lembaganya pekan ini. Ia menilai keterangan Athiyyah cukup diperlukan dalam kasus proyek gedung olahraga di bukit Hambalang, Sentul, Bogor. Athiyyah dipanggil karena memiliki latar belakang yang terkait dalam penyelidikan kasus Hambalang. Tindakan ini dilakukan setelah Attiyyah mangkir pada panggilan Jumat pekan lalu dengan alasan ibunya sakit.
Athiyyah sendiri diperiksa selaku mantan pengurus PT Dutasari Citralaras. Hasil penelusuran Tempo menyebutkan Athiyyah pernah menjabat sebagai Komisiris PT Dutasari. Namanya tercatat dalam dua akta perubahan PT Dutasari. Pertama, dalam akta nomor 70 tanggal 30 Januari 2008, Athiyyah tercatat sebagai pemegang 1.650 lembar saham (senilai Rp 1,6 miliar). Lalu, pada akta nomor 11 tanggal 10 Maret 2008, Athiyyah masih tercatat sebagai pemegang 1.100 saham. Meski kemudian ia mengaku telah mengundurkan diri.
PT Dutasari ini dimiliki oleh Athiyyah Laila, Machfud Suroso; Roni Wijaya,dan MSons Capital, perusahaan konsultan teknik. Perusahaan ini dikenal banyak mendapat sejumlah proyek dari BUMN, seperti PT Adhi Karya dan PT Pembangunan Perumahan. Salah satunya menjadi subkontrak PT Adhi mengelola proyek hambalang.
FRANSISCO ROSARIANS