TEMPO.CO, Jakarta - Setelah vonis Nazar 4 tahun 10 bulan penjara dan denda pidana Rp 200 juta subsider 4 bulan, Indonesian Corruption Watch (ICW) mempertanyakan apa langkah Komisi Pemberantasan Korupsi selanjutnya.
"Vonis Nazar bukan akhir dari segalanya. Sekarang KPK harus memikirkan apa yang selanjutnya perlu dilakukan. Jangan berhenti di tempat," ujar peneliti ICW, Febri Diansyah, ketika dihubungi Tempo, Sabtu, 21 April 2012.
Febri menyatakan ada beberapa hal yang bisa dilakukan KPK setelah vonis Nazar. Hal pertama yang menurut Febri bisa dilakukan adalah melakukan banding.
Menurut Febri, jangan sampai KPK tidak melakukan banding. Sebab, kata dia, vonis untuk Nazar tergolong ringan, hanya 4 tahun 10 bulan karena majelis hakim menggunakan pasal gratifikasi. Padahal, ujar Febri, jaksa penuntut umum dari KPK menuntut 7 tahun penjara.
"Meski Nazar tidak terima, sesungguhnya dia pantas dihukum lebih lama. Pasal 12b dalam UU Tindak Pidana Korupsi kan punya hukuman maksimal 20 tahun," ujar Febri.
Selain memperjuangkan banding, Febri menyarankan KPK untuk terus menggali lagi sisi pemenangan proyek Wisma Atlet Jakabaring dan Hambalang. Ia mengatakan pertimbangan hakim dalam vonis Nazar, yang mengikutsertakan pertemuan Nazar beserta sejumlah politikus Komisi X DPR dan pejabat Kemenpora, sudah sewajarnya hal itu digali lebih lanjut.
"Dari isi pertimbangan itu saja, sudah jelas KPK harus segera memeriksa Angie karena dia terlibat. Tapi, semua tahu, Angie hingga sekarang belum diperiksa-periksa," kata Febri.
Ia juga menyarankan KPK untuk tidak bergantung pada pasal gratifikasi saja ketika mengusut kasus korupsi. Pasal tersebut, ujar dia, terlalu lemah. "KPK juga harus mencoba mengusut kasus korupsi di level korporasi juga, jangan di level personal," ujar Febri.
Majelis hakim mengatakan Nazar bersalah dalam kasus korupsi Wisma Atlet berbiaya Rp 191 miliar itu. Nazar divonis oleh majelis hakim dengan hukuman penjara 4 tahun 10 bulan, denda Rp 200 juta, atau diganti kurungan 4 bulan. Hakim juga memerintahkan terdakwa tetap ditahan.
Nazar disebut terbukti telah menerima uang dari PT Duta Graha Indah, rekanan proyek Wisma Atlet, sebesar Rp 4,67 miliar. Uang itu diberikan oleh Muhammad El Idris, Manajer Pemasaran PT Duta Graha, kepada dua staf keuangan Grup Permai, perusahaan milik Nazar, Yulianis dan Oktarina Furi. Uang itu lalu disimpan di dalam brankas anak perusahaan Grup Permai, PT Anak Negeri.
Kasus suap ini terbongkar ketika KPK menangkap Wafid, Rosa, dan Idris di kantor Kemenpora pada 21 April 2011 lalu. KPK juga menyita uang Rp 3,2 miliar di ruangan Wafid. Uang ini yang disebut hakim sebagai suap kepada Wafid yang diberikan Rosa dan Idris agar mendapatkan proyek Wisma Atlet. Mereka bertiga dipidana bersalah.
ISTMAN M.P.