TEMPO.CO, Sumedang - Meski telah menerima permintaan maaf dari Kepala Kepolisian Resor Sumedang Ajun Komisaris Besar Eka Satria Bakti, Pemimpin Redaksi Sumedang Ekspress Dadang A. Rasyid tetap menyesalkan cara penangkapan polisi terhadap anak buahnya terkait insiden mobil karnaval koran itu kemarin.
Polisi harusnya memahami Undang-Undang Pers, bukan memakai pasal penghinaan, kata Dadang, Rabu, 18 April 2012.
Insiden itu berawal ketika harian anak perusahaan Jawa Pos itu ikut karnaval perayaan 343 tahun Kabupaten Sumedang, Selasa, 17 April 2012. Dari 19 peserta kendaraan hias, mobil koran tersebut memakai nomor urut 11. Mulai dari jam 11 sampai 12, rutenya dalam kota saja, sekitar jarak 3 kilometer, ujarnya.
Mobil koran itu dihias dengan ciri khas budaya Sumedang, seperti replika lingga sebagai tugu sejarah, juga spanduk hasil cetakan koran di sisi mobil. Ada tiga yang kami duplikasi, yaitu halaman Persib, Ekspresif, dan berita berjudul "Oknum Polisi Ngamuk", katanya.
Seluruh mobil hias melintasi podium tempat duduk para pejabat Musyawarah Pimpinan Daerah, seperti Bupati Sumedang Don Murdono dan wakilnya, Taufiq Gunawansyah, kata Dadang, juga Dandim serta Ketua Kejaksaan Negeri serta Kapolres Sumedang, di alun-alun kota.
Menjelang garis akhir karnaval, mobil koran yang berisi 10 orang itu dicegat polisi. Mereka digiring ke markas polres dan tujuh orang diperiksa dari tengah hari hingga petang. Mulai dari general manager, pimpinan redaksi, staf administrasi, hingga office boy, kata Dadang.
Pada pemeriksaan itu, mereka dikenai tuduhan penghinaan di muka umum sesuai Pasal 130 KUHP. Polisi, kata Dadang, berdalih tulisan pada mobil hias tersebut bukan karya jurnalistik, melainkan pamflet. Menurut kami, itu tetap produk jurnalistik yang diduplikasikan di mobil hias, ujar Dadang. Pemilihan artikel itu, kata dia, spontanitas dan tidak bermaksud menjelekkan institusi Polri.
Namun, dari keterangan Kepala Polres Sumedang yang datang bertandang ke kantor koran itu, Selasa malam, menurut Dadang, tindakan polisi bukan penangkapan, melainkan penyitaan barang bukti. Polisi meminta maaf jika tindakan itu dinilai berlebihan.
Kami mengeluhkan langsung karena kerja keredaksian jadi terganggu, konsentrasi redaksi dan wartawan kacau, dan koran jadi telat terbit. Harusnya tidak semua diperiksa, cukup satu atau dua pimpinan koran saja yang dipanggil, ujarnya.
Sejauh ini, ujung kasus insiden tersebut belum selesai. Menurut Dadang, pelapor kejadian itu Kepala Polres Sumedang. Kita belum tahu laporannya sudah dicabut atau belum, kita menunggu dari Polres saja, katanya. Adapun rencana tuntutan ke polisi, sampai sekarang belum ada pembahasan.
ANWAR SISWADI