TEMPO.CO, Jakarta - Empat petani suku Anak Dalam yang berasal dari tiga dusun di Jambi melakukan aksi jahit mulut setelah selama dua pekan tuntutan mereka agar lahannya dikembalikan tak digubris Gubernur Jambi. Bertempat di halaman kantor Gubenur Jambi, mereka menginap selama dua pekan. Para petani itu berasal dari Dusun Tanah Menang, Dusun Mekarjaya, dan Dusun Kunangjaya II, yang tersebar di tiga kabupaten di Jambi.
Sedikitnya ada 600 petani yang melakukan aksi menginap dengan membuat tenda di kantor Gubernur Jambi untuk menyuarakan tuntutannya. "Tapi pihak pemerintah daerah seperti acuh tak acuh, maka empat orang rekan kami melakukan aksi jahit mulut sejak Minggu, 25 Maret 2012,” kata Holil Siregar, koordinator lapangan aksi, kepada Tempo, Senin, 26 Maret 2012.
Empat warga yang melakukan jahit mulut tersebut adalah Wondo, 35 tahun, Andi (30), Maruli (21), dan Marianto (30). “Sepuluh warga lagi akan menyusul melakukan tindakan yang sama jika pemerintah tidak secepatnya merespons tuntutan kami,” ujarnya.
Para petani itu menuntut pemerintah daerah Provinsi Jambi merealisasikan penetapan enklave atas keputusan Menteri Kehutanan RI atas lahan seluas 8 ribu hektare lebih yang berada di Dusun Mekarjaya dan Dusun Kunangjaya. Sejak tahun 2005 lalu, lahan itu sudah dikuasai dua perusahaan, yaitu Restorasi Ekosistem Indonesia dan perusahaan hutan tanaman, Industri PT Wanakasita.
Begitu juga dengan warga Dusun Tanahmenang, merupakan warga SAD, juga meminta pemerintah merealisasikan enklave lahan seluas 3.482 hektare yang sudah direkomendasikan Badan Pertanahan Nasional. Sebelumnya, lahan itu sudah digarap perusahaan perkebunan sawit PT Asiatik Persada.
Akibat tindakan penyabotan oleh tiga perusahaan tersebut, sedikitnya 3.600 kepala keluarga lebih dari tiga dusun itu kehilangan mata pencaharian karena kebun mereka yang sebelumnya sudah ditanami karet dan kelapa sawit dikuasai perusahaan.
“Warga memang tidak bisa berkutik, buktinya lima warga kami yang mencoba memanen buah sawit di kebun mereka sendiri sejak beberapa bulan lalu hingga kini ditahan aparat polisi daerah Jambi, dengan tudingan melakukan pencurian buah sawit milik PT Asiatik Persada,” kata Holil.
Aksi menginap di depan kantor Gubenur Jambi ini merupakan aksi kedua karena tindakan serupa pernah mereka lakukan di depan kantor DPR RI selama 18 hari pada Desember 2011. Namun juga tidak mendapatkan hasil sesuai dengan keinginan warga.
Hari ini, petani yang melakukan aksi kian bertambah, yakni diperkirakan lebih dari 1.000 orang. Para petani ini pun melakukan aksi demo dan menyampaikan aspirasi mereka di kantor Gubernur setempat. Harapannya tentu saja tuntutan mereka didengar pemerintah daerah ini.
Sementara itu, Hasan Ibrahim, anggota Komisi II DPRD Provinsi Jambi, kepada Tempo mengemukakan seharusnya pemerintah sudah dari awal bisa menyelesaikan masalah ini. “Saya berharap pemerintah harus segera mengadakan pertemuan dengan pihak masyarakat dan jangan dibiarkan begitu saja. Jika memang terbukti ada hak warga tergarap perusahaan, harus dikembalikan,” ujarnya.
SYAIPUL BAKHORI