TEMPO.CO, Batu - Industri rokok rumahan di Kota Batu, Malang, gulung tikar akibat tingginya kompetisi penjualan rokok di wilayah Malang. Dari 17 pabrik rokok rumahan kini tersisa dua pabrik. "Industri rokok di Batu tinggal menunggu waktu," kata pemilik PR Hanggar Perkasa, Dicky Sanjaya, Senin, 12 Maret 2012.
Pabrik yang dikelola Dicky di Desa Pendem, Kota Batu, ini juga mengalami masa yang berat. Produksi rokok terus anjlok, bahkan enam bulan terakhir terhenti. Pabrik yang dikelola Dicky tengah bereksperimen membuat rokok sesuai dengan cita rasa pasar.
Produksi rokok semula 10 karton per hari anjlok menjadi 1 karton. Satu karton terdiri dari 250 bungkus rokok kretek. Akibatnya pekerja terpaksa dirumahkan. Dari 70-an pekerja, kini tersisa 6 pekerja. Sebagian buruhnya bekerja ke pabrik rokok lain, sisanya berwirausaha setelah mendapat batuan keterampilan dan modal pemerintah.
Merosotnya produksi rokok, kata Dicky, juga dipicu kebijakan pemerintah memperketat industri rokok, yakni setelah Menteri Keuangan mengatur pabrik rokok seluas kurang dari 200 meter harus ditutup. Alhasil Dicky pun harus memperluas pabrik dan menambah modal kerja.
Pemerintah Kota Batu menyiapkan anggaran Rp 200 juta untuk melatih keterampilan bekas buruh pabrik rokok. Pelatihan keterampilan berupa ternak bebek, kambing, juga modal kerja lainnya. "Sehingga mereka bisa wirausaha dan mandiri," kata Kepala Bidang Perindustrian, Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM Kota Batu, Arsan Abdilah Lumbu.
Selain beternak, mereka juga dilatih memproduksi makanan khas Batu seperti jenang apel, sari apel, dan sirup apel. Juga produk olahan susu seperti yoghurt, dodol berbahan susu, dan produk olahan lain.
EKO WIDIANTO