TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch Adnan Topan Husodo mendesak pemerintah untuk bersikap transparan dalam pembelian alat utama sistem pertahanan. Adnan mengatakan, terdapat kejanggalan-kejanggalan yang terlihat dalam proses pembelian enam unit pesawat tempur Sukhoi dari Rusia. "Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pertahanan, harus menjelaskan secara transparan soal pembelian Sukhoi tersebut," kata Adnan di Jakarta, Senin, 5 Maret 2012.
Menurut Adnan, kejanggalan pembelian Sukhoi tersebut karena pemerintah tidak menggunakan fasilitas kredit yang diberikan pemerintah Rusia untuk pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista). Kredit dari pemerintah Rusia itu dikatakan Adnan sudah disepakati sejak tahun 2005 lalu dengan total kredit senilai 1 miliar dollar Amerika Serikat. "Tapi mengapa pemerintah justru memilih menggunakan kredit ekspor yang jelas-jelas lebih memberatkan anggaran negara," ujar dia.
Baca Juga:
Menurut Adnan, berdasarkan perjanjian antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Rusia disebutkan bahwa pembelian alutsista, termasuk Sukhoi, oleh Indonesia akan bersumber dari kredit yang diberikan Rusia. Hal itu disebut Adnan diperkuat oleh surat TNI AU tahun 2010 lalu bahwa pembiayaan enam unit Sukhoi akan menggunakan kredit dari pemerintah Rusia. "Tetapi tahun 2011 lalu Kemhan justru mengajukan pembiayaan enam Sukhoi tersebut menggunakan kredit ekspor," kata Adnan.
Ia menyatakan, penggunaan kredit ekspor itu merugikan Indonesia karena bunga yang tinggi dan jangka waktu pengembaliannya hanya dua-lima tahun. Hal itu dikatakan Adnan tidak terjadi dalam kredit negara yang diberikan oleh pemerintah Rusia. "Padahal jika menggunakan fasilitas dari Rusia pengembaliannya dalam waktu 15 tahun dan bunganya cuma 5 persen," kata Adnan.
Menurut Direktur Imparsial Al Araf, berdasarkan regulasi yang berlaku secara internasional, kredit ekspor tersebut tidak berlaku bagi pengadaan alat-alat militer dan pertanian. Oleh karena itu, Al Araf mendesak pemerintah untuk segera merevisi kembali mekanisme pembiayaan pesawat Sukhoi tersebut. "Karena potensi kerugian negara cukup besar," kata Al Araf.
Komisi I DPR juga dinilai Al Araf harus mengawasi lebih ketat soal pembiayaan alutsista tersebut. "Komisi I harus mengawasi dengan ketat mekanisme pembiayaan tersebut karena potensi kerugian negara yang besar," kata Al Araf.
Pemerintah sendiri sejak 2011 lalu berencana memodernisasi alutsista hingga 2014 mendatang. Modernisasi itu dilakukan karena alutsista yang dimiliki Indonesia sudah tertinggal dibandingkan negara lain termasuk di ASEAN. Pesawat Sukhoi sendiri merupakan salah satu alutsista yang menjadi prioritas pemerintah untuk menjaga kedaulatan udara dalam negeri. Pemrintah berencana mendatangkan enam unit Sukhoi tersebut agar Indonesia memiliki satu squadron Sukhoi untuk TNI AU.
DlMAS SIREGAR