TEMPO.CO, Surakarta – Institut Seni Indonesia (ISI) Solo membuka empat program studi baru pada tahun ajaran 2012/2013. Yaitu program studi batik, keris dan senjata tradisional, desain komunikasi visual, dan fotografi. “Semuanya masuk di Fakultas Seni Rupa dan Desain,” kata Rektor ISI Solo Slamet Suparno kepada wartawan, Senin, 20 Februari 2012.
Program studi desain komunikasi visual di Jurusan Desain dan fotografi di Jurusan Seni Media Rekam murni usulan dari ISI Solo. Namun, untuk batik serta keris dan senjata tradisional yang berada di bawah Jurusan Kriya, merupakan mandat dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Selama ini ISI Solo sudah mengajarkan batik sebagai mata kuliah praktek, baik yang bersifat wajib maupun pilihan. Batik menjadi bagian dari pengetahuan umum di program studi kriya seni, pedalangan, dan karawitan, misalnya saat menyiapkan kostum pertunjukan.
Pembantu Rektor I ISI Solo Sri Rochana Widyastutieningrum mengatakan program studi batik, fotografi, dan desain komunikasi visual jenjangnya sarjana. Sedangkan diploma IV untuk program studi keris dan senjata tradisional. “Kami memang mendapat mandat khusus dari Dikti untuk membuka program studi batik dan keris dan senjata tradisional,” katanya.
Pembukaan secara resmi pada tahun ajaran mendatang berdasarkan surat mandat bernomor 362/E/T/2011 yang diterima pada 23 Maret 2011. Setelah menerima surat mandat, pihaknya lantas merumuskan profil, kompetensi, kurikulum, dan sumber daya manusia yang diperlukan.
Program studi batik akan menerima 30 mahasiswa baru. Kemudian keris dan senjata tradisional punya kuota 15 mahasiswa, desain komunikasi visual, dan fotografi masing-masing 20 mahasiswa. Dengan penambahan empat program studi di atas, maka kini ISI Solo memiliki 13 program studi di dua fakultas.
Untuk pascasarjana ada S2 penciptaan dan kajian seni serta S3 studi penciptaan dan kajian seni. Slamet mengatakan, dengan program studi batik dan keris dan senjata tradisional, maka dapat menjamin regenerasi kedua bidang seni di atas.
Pengusaha batik Santosa Doellah mendukung adanya program studi batik di atas. Sebab, jika batik tidak diperhatikan dan dikembangkan, nantinya perajin batik hanya sebatas menyontek motif yang laku di pasaran tanpa mampu menciptakan sendiri. “Seni batik juga harus dikaitkan dengan bisnis. Karena hanya bisa membuat tanpa menjual, akan percuma,” katanya.
UKKY PRIMARTANTYO