TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengatakan ada pelanggaran hukum dan hak asasi manusia yang dilakukan aparat TNI dan kepolisian dalam menjalankan tugasnya di Papua. Hal itu disampaikannya saat menyampaikan paparan soal kondisi terkini Indonesia kepada para perwakilan asing di Kementerian Luar Negeri, Rabu, 15 Februari 2012.
"Memang dalam rangka penegakan hukum yang dijalankan prajurit dan polisi kami ada ekses, tindakan yang melebihi kepatutannya, yang melanggar hukum dan HAM," kata SBY.
Menurut SBY, tindakan melanggar itu sendiri juga telah ditangani dengan pemberian sanksi terhadap pelakunya. "Baik dari TNI ataupun kepolisian kami berikan sanksi. Hukum ditegakkan. Kami gelar pengadilan militer di sana," tuturnya.
SBY menjelaskan pihaknya akan berusaha bertindak transparan. "Sebagaimana tranparansi ketika mengadili pelaku teroris, kita lakukan secara terbuka," ujarnya.
Bahkan, SBY juga mengajak para perwakilan asing untuk segera menginformasikan pelanggaran yang dilakukan TNI/Polisi. "Saat kami menginvestigasi, silakan diikuti. Saya tidak ingin ada ekses dan tindakan represif (dari TNI/Polri) dalam melaksanakan tugas di sana," ujarnya.
SBY menegaskan kehadiran TNI/Polri di kawasan Papua semata-mata ditujukan untuk menjaga keamanan publik, bukan bagian dari kegiatan operasi militer. "Mereka harus melaksanakan itu karena dunia harus tahu memang masih ada gerakan separatisme di Papua. serangan separatis yang menyebabkan korban bagi polisi dan lokal," katanya.
Gerakan separatisme yang mengganggu beberapa waktu belakangan muncul lewat penembakan di Papua. Terakhir, penembakan menewaskan seorang pria di Puncak Jaya pada 21 Januari 2012. Tindakan penembakan juga kerap dialami pekerja perusahaan tambang Freeport Indonesia yang memang beroperasi di Papua. "Sah jika tentara dan polisi kami bertugas di sana, saya pertanggungjawabkan," kata SBY.
EZTHER LASTANIA