TEMPO.CO, Jakarta - Tokoh hak asasi manusia, Salahuddin Wahid, menyarankan Front Pembela Islam (FPI), melakukan survei untuk mengetahui penilaian masyarakat terkait keberadaannya. Hasil survei itu, kata pria yang akrab disapa Gus Solah ini, nantinya menjadi bahan instrospeksi.
“Seberapa jauh masyarakat suka dengan cara-cara yang dilakukan FPI, hasilnya nanti menjadi bahan introspeksi,” kata Gus Solah saat dihubungi Tempo, Minggu 12 Februari 2012.
Mantan Wakil Komisi Nasional Hak Asasi Manusia itu yakin ada yang suka dan tidak suka dengan cara FPI. Menurutnya, selama ini FPI memerangi tindakan maksiat. Mereka mendatangi tempat-tempat maksiat yang digunakan judi, pelacuran, dan pusat minuman keras. Di beberapa tempat, mereka datang bersama polisi.
“Tapi mereka tidak pernah mendatangi lembaga yang banyak korupsi, padahal menurut saya korupsi termasuk maksiat karena maksiat itu artinya luas,” kata Gus Solah.
Adik mantan Presiden Gus Dur itu mengkritik FPI yang kadang bertindak dengan kekerasan sehingga dianggap organisasi yang suka kekerasan. Sebaiknya, kata dia, jangan pakai kekerasan. “Kalau demo tidak apa-apa,” ujarnya.
Kejadian penolakan ratusan warga suku Dayak di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Sabtu kemarin, menurut Gus Solah, menunjukkan bahwa tidak semua tempat bisa menerima keberadaan mereka.
Meski FPI punya hak masuk ke seluruh wilayah Indonesia, kata dia, kalau masyarakat merasa terusik mestinya sadar diri dan tidak memaksa.
RINA WIDIASTUTI