TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono dinilai tak punya keberanian mengambil sikap, sementara satu demi satu kadernya terlilit kasus korupsi. “Yang saat ini terlihat adalah ketidakberanian dia (SBY) dalam mengambil langkah politik,” ujar pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada, Ari Dwipayana, lewat telepon, Ahad, 5 Agustus 2012.
Karena itu, kata Ari, SBY memanfaatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai instrumen yang membereskan persoalan di internal partai. “Dia meminjam tangan KPK untuk ‘bersih-bersih’, sedangkan di dalam partai menggunakan Dewan Kehormatan dan Dewan Kehormatan untuk masalah kode etiknya,” ujarnya.
Menurut Ari, Presiden RI itu kini tengah bimbang di persimpangan. Di satu sisi, SBY dan Dewan Pembina sebenarnya berharap Anas Urbaningrum mengundurkan diri, atau paling tidak dinonaktifkan sementara. Namun di sisi lain ada manuver di kubu lain yang ingin Anas bertahan di kursi Ketua Umum.
“Tipe SBY tidak akan berani memihak salah satu kubu. Kalau dia memihak kubu yang ingin Anas nonaktif, taruhannya soliditas partai. Sementara kalau memihak kubu seberangnya, citra Demokrat juga jadi tidak baik,” kata Ari.
Yang sebaiknya dilakukan SBY, menurut Ari, adalah mengupayakan investigasi internal yang sungguh-sungguh untuk memutuskan langkah politik internal. Kalau memang sudah ada bukti kuat dari investigasi internal soal keterlibatan Anas, langkah Kongres Luar Biasa bisa diambil.
Demokrat kini memang tengah jadi sorotan menyusul keterlibatan sejumlah kadernya dalam kasus korupsi yang ditangani KPK. Setelah bekas Bendahara Umum Demokrat Muhammad Nazaruddin ditetapkan sebagai tersangka kasus suap Wisma Atlet Jakabaring, giliran Wakil Sekretaris Jenderal partai, Angelina Sondakh, ditetapkan sebagai tersangka kasus yang sama.
Adapun Anas Urbaningrum dituding Nazar terlibat sejumlah proyek pemerintah. Di antaranya proyek pembangunan kompleks olahraga Hambalang, Sentul, dan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Surya di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Anas dituduh Nazar meraup miliaran rupiah dari dua proyek itu.
ISMA SAVITRI