TEMPO.CO, Mataram - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bima, Provinsi Nusa Tenggara Barat, Muchdar Arsyad, menyesalkan aksi pembakaran Kantor Bupati Bima oleh massa dari Kecamatan Lambu, Sape, Wera, dan Kecamatan Lenggudu, Kamis pagi, 26 Januari 2012. "Seharusnya tidak dibakar karena Kantor Bupati merupakan simbol pemerintahan," kata Muchdar Arsyad kepada Tempo, Kamis sore, 26 Januari 2012.
Menurut Muchdar, semestinya massa cukup menduduki saja Kantor Bupati Bima. ”Saya prihatin,” ujar Muchdar yang kini mengungsi di suatu tempat. Keluarganya meminta Muchdar meninggalkan rumahnya yang letaknya berdekatan dengan
Lembaga Pemasyarakatan Bima, yang juga menjadi sasaran massa. Muchdar dan keluarga terburu-buru meninggalkan rumah, sehingga ia hanya mengenakan sarung dan kaus.
Baca Juga:
Aksi ribuan warga dari berbagai kecamatan tersebut untuk memperjuangkan pencabutan izin usaha pertambangan dan pembebasan 47 orang warga yang ditahan di Lapas Bima karena menjadi tersangka kerusuhan Sape pada 24 Desember 2011.
Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bima, Muhammad Najib, mengaku tidak tahu-menahu aksi anarkistis berupa pembakaran kantor Bupati Bima. ”Memang ada yang meminta bantuan kendaraan kepada istri saya. Namun tak satu pun mobil yang dikeluarkan,” ujar Najib yang berasal dari Kecamatan Sape tersebut.
Najib mengaku hanya mendengar ada ratusan kendaraan yang disumbangkan warga untuk kepentingan angkutan peserta aksi dari Lambu ke kota Bima yang berjarak sekitar 40 kilometer. Sebanyak 92 unit dari Lambu, 50 unit dari Sape, delapan dari Wera, dan sektar 10 unit dari Langgudu. ”Ini murni pergerakan rakyat. Silakan dibuktikan kalau saya disebut menyumbang aksi itu,” katanya. Bahkan, istri Najid, Nurlaila, saat dimintai bantuan mobil menolak karena khawatir dicurigai orang.
Najib, yang juga menjabat sebagai Ketua DPD Partai Hanura Kabupaten Bima, menyayangkan sikap Bupati Bima Ferry Zulkarnain yang tidak merespons keputusan rapat paripurna DPRD. Najib memimpin rapat paripurna yang digelar Rabu sore kemarin.
Rapat membahas keputusan Bupati yang memberikan izin pertambangan kepada PT Sumber Mineral Nusantara. Dalam rapat tersebut, kata Najib, DPRD meminta agar Bupati mencabutnya. ”Ya, begitulah. kantor Bupati dibakar. Semuanya memasang harga mati. Bupati dan rakyat sama-sama mengatakan harga mati,’’ katanya.
Najib menjelaskan rapat paripurna tersebut berjalan alot mulai pukul 10.00 hingga 17.00 WITA. Rapat dihadiri 39 orang dari empat fraksi, yaitu (Golkar-Hanura), PAN, (PKS-PBB,PPP,PKPB), dan (PDIP-Pelopor, PPRN, Partai Demokrat, PIB). ‘’Keputusannya agar Bupati mencabut. Tapi, tidak ada respons langsung, dan dikabarkan Ferry Zulkarnain ke Jakarta,” kata Najib.
SUPRIYANTHO KHAFID