TEMPO.CO, Bandung - Pengalihan bahasa Indonesia ke bahasa Sunda pada buku-buku teks wajib pelajaran sekolah sulit dilakukan. Sebab, perubahan itu terkait bahasa ilmu. "Bahasa daerah itu yang penting digunakan oleh siswa, bukan untuk dipelajari," kata Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat Wahyudin Zarkasi kepada Tempo, Senin, 26 Desember 2011.
Usulan pengalihan bahasa pada buku teks pelajaran itu adalah konsekuensi salah satu rekomendasi hasil Konferensi Internasional Budaya Sunda kedua di Gedung Merdeka, Bandung, pada 18-22 Desember 2011.
Rekomendasi itu mengusulkan pemakaian bahasa Sunda sebagai bahasa pengantar di taman kanak-kanak dan sekolah dasar di Jawa Barat. Selanjutnya, menurut budayawan Sunda Ajip Rosidi, buku-buku teks pelajaran SD juga memakai bahasa Sunda.
Soal bahasa Sunda sebagai pengantar belajar, kata Wahyudin, telah diterapkan lama oleh para guru di pelosok daerah untuk memberantas buta aksara. Di kelas formal, siswa kelas 1-3 sekolah dasar di Jawa Barat juga telah diajar dengan memakai bahasa daerah. "Terutama di kampung-kampung itu banyak yang pakai bahasa lokal," katanya.
Namun, jika bahasa lokal itu juga masuk ke dalam buku teks wajib, ujar dia, sulit dialihbahasakan dari bahasa Indonesia. Urusannya harus ke Pusat Perbukuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. "Paling yang seperti selama ini telah dipakai, yaitu pada buku teks pengayaan," ujar dia.
Selain itu, pengajar di kelas pun dinilainya bakal kesulitan. Sebab, guru tidak dididik menjadi ahli bahasa juga ahli budaya Sunda. Pengajar bahasa Sunda selama ini diutamakan berasal dari suku Sunda dan bisa berbahasa daerah. "Yang penting kan bahasa Sunda dipakai sehari-hari oleh siswa. Mending mana, dengan bahasa Inggris yang dipelajari, tapi enggak dipakai," katanya.
ANWAR SISWADI