TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch Emerson Yuntho mendesak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) segera memanggil Kepala Polisi Republik Indonesia Jenderal Timur Pradopo untuk menjelaskan ihwal dugaan rekening gendut pegawai negeri sipil (PNS).
Lembaga pegiat antikorupsi itu menilai kepolisian tidak memiliki iktikad baik untuk menuntaskan kasus tersebut. “Itu sudah cerita lama, sudah tidak berharap banyak pada polisi,” kata Emerson kepada Tempo, Minggu, 25 Desember 2011 malam.
Menurutnya, lambannya kepolisian dalam merespons setiap laporan yang masuk menandakan lemahnya upaya mereka dalam memberantas korupsi. Padahal data laporan yang masuk merupakan data resmi pemerintah, baik yang berasal dari Direktorat Jenderal Pajak (Dirjen) ataupun melalui Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). “Nantinya PPATK langsung melaporkannya ke KPK, bukan ke polisi,” kata Emerson.
Emerson menyebutkan, dari ratusan laporan yang masuk ke kepolisian soal data korupsi PNS, hanya sedikit yang nantinya ditindaklanjuti. “Paling banyak 20-an,” katanya. Oleh karena itu, petinggi DPR perlu memanggil Kapolri untuk menanyakan berbagai kasus dugaan korupsi PNS ini. “Harus ada keberanian dari DPR menanyakan langsung ke Kapolri,” ujarnya.
Emerson berharap PPATK serta lembaga lainnya yang menemukan dugaan korupsi bisa langsung melaporkannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi. “Jangan dilaporkan ke Polisi, namun ke KPK,” ujarnya.
Akhir-akhir ini, dugaan korupsi di kalangan PNS kembali menyeruak ke permukaan. Mereka yang seharusnya melayani masyarakat malah diduga melakukan praktek korupsi. Beberapa di antaranya bahkan termasuk kategori PNS muda dengan rekening kekayaan yang mencurigakan. Dirjen Pajak begitu pun PPATK sudah melaporkan kasus ini ke kepolisian, namun laporan itu malah dihentikan (SP3).
Kasus terakhir menyangkut dua pegawai Kementerian Keuangan DT dan TH yang diduga terindikasi korupsi. Dalam laporan Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan pertengahan 2010, ditemukan bukti bahwa keduanya telah menerima suap lebih dari Rp 500 juta, termasuk keduanya ditengarai memiliki rekening mencurigakan dengan total hingga miliaran rupiah.
Namun, setelah laporan itu masuk ke polisi, yang terjadi malah laporan itu dihentikan. "Seharusnya dengan data itu (PPATK dan Dirjen Pajak), polisi bisa menelusurinya, bukan malah menghentikannya," kata Emerson.
Sementara itu, Kepala Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia, Komisaris Jenderal Sutarman, saat dikonfirmasi belum bisa memberikan penjelasan. Ia mengaku hingga kini belum menemukan data soal dugaan rekening gendut PNS. “Saya belum menemukan data dimaksud, dari siang banyak yang nanya, kalau ada, saya informasikan,” ujarnya melalui pesan pendek kepada Tempo.
JAYADI SUPRIADIN