TEMPO.CO, Banda Aceh - Mau jadi anak punk di Aceh? Wakil Wali Kota Banca Aceh Illiza Saaduddin Djamal memperbolehkan punker, istilah bagi anak punk, berada di Aceh. Tapi ada syaratnya. “Jadilah anak punk yang Islami, yang pandai mengaji, tidak meninggalkan salat, dan patuh pada orang tua,” kata Illiza di hadapan orang tua punker dan anak-anak punk di Aceh yang baru saja kembali dari pembinaan polisi, Jumat, 23 Desember 2011 sore.
Illiza mengatakan pembinaan oleh polisi sesuai semangat syariat Islam yang sedang dijalankan oleh masyarakat Aceh. Illiza mengakui anak-anak punk yang dibina selama sepuluh hari oleh kepolisian merupakan anak-anak pintar. “Mereka mampu berpidato dengan baik, bahkan mengalahkan pidato wali kota dan wakil,” kata dia disertai tepuk tangan anak punk.
Wakil Wali Kota berharap, setelah kembali ke orang tua, mereka menjadi anak baik dan tidak kembali ke komunitas yang hidupnya tak teratur. Masyarakat diharapkan bisa menerima mereka. “Rangkul dan bimbing mereka. Tanpa dukungan dari orang tua, apa yang telah kami lakukan tidak berguna apa-apa.”
Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama Banda Aceh A. Karim Syeh mengatakan anak-anak punk tersebut telah dibina dengan baik. Polisi dianggap telah mengembalikan martabat mereka dan menjadikan mereka lebih manusiawi. “Anak-anak baik, tidak ada lagi namanya komunitas punk di Aceh,” ujarnya.
Anak punk Aceh telah dikembalikan ke rumah masing-masing setelah dibina oleh polisi di Sekolah Polisi Negara Seulawah, Aceh Besar. Mereka sebelumnya ditangkap polisi saat menggelar konser di Taman Budaya, Banda Aceh, 10 Desember lalu. Kontras menganggap kekerasan polisi terhadap anak-anak punk melanggar hak asasi manusia.
ADI WARSIDI