TEMPO.CO, Surakarta - PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Area Pelayanan dan Jaringan Surakarta memastikan akan menghentikan pasokan listrik bagi 17 ribu penerangan jalan umum di Surakarta mulai Jumat 23 Desember 2011. Penyebabnya, Surakarta masih memiliki tunggakan senilai Rp 8,9 miliar untuk penerangan jalan umum pada tahun ini.
Menurut Manajer PLN Area Pelayanan dan Jaringan Surakarta, Puguh Dwi Atmanto, hanya ada dua hal yang bisa mengubah keputusan tersebut. Pertama, Pemerintah Kota Surakarta harus melunasi utangnya sebelum batas waktu pemutusan.
“Kedua, kalau Direktur PLN dan Manajer Wilayah Jawa Tengah-DIY menyuruh saya membatalkan pemutusan,” kata Puguh saat ditemui pada Kamis 22 Desember 2011.
PLN Surakarta, menurutnya, tidak bisa menoleransi tunggakan rekening penerangan jalan umum yang jumlahnya cukup besar tersebut. Alasannya, Surakarta rata-rata mendapatkan pajak penerangan jalan umum sebesar Rp 2,4 miliar tiap bulan. “Sedangkan tagihan PLN hanya Rp 2 miliar,” katanya. Artinya, Surakarta mengalami surplus sekitar Rp 400 juta tiap bulan dari pajak penerangan jalan umum.
Sedangkan kasus tunggakan rekening itu, menurutnya, bukan pertama kali ini terjadi. “Tahun 2010 ada tunggakan sebesar Rp 3,6 miliar yang akhirnya kami relakan,” kata Puguh. Saat itu, lanjutnya, jajaran manajer di PLN Surakarta terpaksa rela menerima sanksi dari perusahaan berupa penundaan kenaikan golongan dan pangkat selama satu semester.
Pemutusan bagi sekitar 17 ribu lampu penerangan jalan itu terpaksa dilakukan lantaran adanya perintah dari PLN Distribusi Wilayah Jawa Tengah. “Dengan sangat terpaksa hal ini kami lakukan,” kata Puguh. Dia menyebut bahwa PLN sudah cukup banyak memberikan toleransi atas tunggakan rekening selama empat bulan terakhir tersebut.
Dia berharap masyarakat tidak menyalahkan PLN atas pemutusan fasilitas pelayanan untuk masyarakat karena hal itu tidak perlu dilakukan jika pemerintah tertib dalam pembayaran rekening. “Uang pajak yang berasal dari masyarakat itu ada pada mereka,” kata dia.
Wakil Wali Kota Surakarta, FX Hadi Rudyatmo, menyebut langkah pemutusan itu akan menimbulkan keresahan di masyarakat. “Kami berjanji segera melunasinya setelah APBD tahun depan disahkan,” kata Rudyatmo. Menurutnya, anggaran untuk pelunasan utang tersebut sudah disiapkan.
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Surakarta, Muhammad Rodhi, menyebut kejadian itu menunjukkan ketidakberesan pengelolaan keuangan daerah. “Tunggakan semacam ini tidak perlu ada,” kata dia. Sebab, Pemerintah Kota Surakarta telah memiliki dana untuk membayar rekening listrik yang berasal dari pajak penerangan jalan umum.
Meski demikian, dia berharap PLN bersedia bersabar menunggu hingga tahun anggaran baru karena Pemerintah Kota Surakarta tidak mungkin bisa membayar pada saat ini lantaran terganjal birokrasi anggaran. “Diputus ataupun tidak, Surakarta tidak mungkin bisa membayar pada saat ini,” kata dia.
Apalagi dalam waktu dekat terdapat beberapa kegiatan masyarakat yang sangat membutuhkan penerangan, yaitu Natal dan Tahun Baru. Menurutnya, penerangan jalan itu merupakan salah satu hal yang dibutuhkan oleh petugas keamanan. “Kalau bisa PLN bisa memahami hal itu,” katanya.
Menurut data yang diperoleh Tempo, Surakarta selalu mengalami surplus pembayaran rekening penerangan jalan umum karena hasil pajak penerangan jalan umum yang diperoleh jumlahnya lebih besar daripada rekening yang harus dibayar. Surplus yang diperoleh antara Rp 184 juta hingga Rp 467 juta. Bahkan pada Juni 2010 lalu surplusnya mencapai lebih dari Rp 1 miliar.
AHMAD RAFIQ