TEMPO Interaktif, Jakarta - Majelis Permusyawaratan Ulama Kota Banda Aceh menuduh anak punk yang menggelar konser di Taman Budaya Banda Aceh memanipulasi surat izin konser. Wakil Wali Kota Banda Aceh Illiza Sa'aduddin Djamal mengatakan komunitas punk mengajukan surat izin konser atas nama Komunitas Anak Aceh.
"Mereka mengelabui pengelola Taman Budaya, MPU, dan kepolisian, dengan mengatakan akan menggelar konser amal untuk disumbangkan ke anak yatim dan panti asuhan," kata Illiza.
Illiza mengklaim banyak warga mengeluh sehingga meminta komunitas punk ditertibkan dan tak lagi berkeliaran di jalan. "Kelompok ini dapat merusak akidah dan sangat menyimpang dari ajaran Islam, makanya harus kami bubarkan," ujarnya.
Bertolak belakang dengan Illiza, Sekretaris Jenderal Partai Rakyat Aceh Thamrin Ananda menyatakan ketidaksetujuannya atas pembubaran konser punk itu. "Apa pun alasannya, tidak seharusnya konser dibubarkan. Karena itu cara anak-anak tersebut berekspresi," kata Thamrin.
Meski mereka anak punk, Thamrin melanjutkan, pihaknya tak menutup kemungkinan komunitas itu melakukan kegiatan amal ke anak yatim atau panti asuhan. Sebuah konser dapat dibubarkan bila melanggar hukum atau memiliki unsur tindak pidana. "Kalau mereka hanya ingin berekspresi, ya biarkan saja mereka konser. Toh, konser musik punk itu sama dengan konser musik lainnya," kata dia.
Ratusan petugas dari TNI, Polri, Satuan Polisi Pamong Praja, dan Wilayathul Hisbah (polisi syariat) membubarkan konser punk di Taman Budaya Banda Aceh, Sabtu pekan lalu. Kala itu, sempat terjadi perlawanan dari komunitas punk serta aksi kejar-kejaran.
Anak-anak yang datang dari Kota Lhokseumawe, Tamiang, Takengon, Sumatera Utara, Lampung, Palembang, Jambi, Batam, Pekanbaru, Jakarta, dan Jawa Barat kemudian menjalani rentetan hukuman. Rambut ala mohawk mereka dipotong, giginya disikat, berendam di kolam depan Sekolah Polisi Negara Seulawah, Aceh Besar, serta wajib menjalani pendidikan agama dan moral selama sepuluh hari di SPN.
ANT | CORNILA DESYANA