TEMPO Interaktif, Karawang - Para korban Rawagede menyambut baik rencana permintaan maaf pemerintah Belanda secara resmi. Duta Besar Belanda untuk Indonesia Tjeerd de Zwaan dijadwalkan hadir pada peringatan pembantaian 64 tahun silam itu di Kampung Rawagede, Karawang, Jawa Barat, besok Jumat pukul 09.00 WIB.
Seorang janda korban pembantaian Rawagede, Cawi, 90 tahun, memanjatkan syukur menyambut permohonan maaf pemerintah Belanda. "Alhamdulillah kalau memang negara Belanda meminta maaf," kata Cawi kepada Tempo, lewat sambungan telepon seluler, Kamis 8 Desember 2011.
Menurut Cawi, dengan adanya permohonan maaf itu berarti pemerintah Belanda mengakui telah melakukan kejahatan perang di Rawagede pada 9 Desember 1947. Sebanyak 431 pria dan anak-anak dibantai, hanya 181 korban yang jenazahnya ditemukan dan dimakamkan dengan semestinya. Sebagian besar jenazah lainnya diduga hanyut terbawa arus sungai.
Ketua Yayasan Rawagede, Sukarman, mengaku telah mendapat kabar dari Kedutaan Belanda di Jakarta bahwa negaranya akan memohon maaf secara langsung. Pagi tadi Sukarman mendapat telepon dari Asisten Bidang Politik Kedutaan Belanda bernama Abdul Wahid, yang menyampaikan Tjeerd de Zwaan akan datang ke Rawagede. “Saya tak tahu bentuk permintaan maaf seperti apa,” katanya.
Masalahnya, kata dia, anggota keluarga korban tidak hanya menunggu permohonan maaf, tapi juga menunggu kompensasi dalam bentuk uang sebagai pengganti kerugian materi dan nonmateri yang mereka derita setelah kehilangan suami, pekerjaan, bahkan harta benda.
Keadilan bagi korban Rawagede tidak didapat dengan mudah. Mulanya enam janda korban pembantaian mengajukan gugatan Pengadilan Den Haag, menuntut pemerintah Belanda meminta maaf dan membayar ganti rugi.
Enam janda korban pembantaian itu adalah Cawi, Wanti (lahir 1925, istri Karman (alm.)); Lasmi (lahir 1929), istri Sakri (alm.); Tijeng (lahir 1925), istri Nimong (alm.); Wanti (lahir 1921), istri Dodo (alm.); dan Taswi (lahir 1921), istri Ribol (alm.).
Dengan difasilitasi Komite Utang Kehormatan Belanda (KUKB), mereka mengajukan gugatan pada 5 Mei 2005. Enam tahun kemudian Pengadilan Den Haag mengabulkan gugatan tersebut dan menjatuhkan vonis bersalah kepada Pemerintah Belanda pada Rabu 14 September lalu.
HAMLUDDIN